INDOSatu.co – SURABAYA – Dispensasi nikah (Diska) di Kota Surabaya mengalami penurunan. Pernyataan tersebut disampaikan Humas Pengadilan Agama Kota Surabaya, Nur Khasan, Selasa, (21/5). Penurunan itu terjadi karena jumlah orang yang mendaftar ke pengadilan agama juga mengalami penurunan.
Angka nikah di bawah umur mengalami penurunan sejak 2021. Pada 2021, kata Nur Khasan, kasus pernikahan dini di Surabaya sebanyak 17.151 yang kemudian turun menjadi 15.095 yang berarti kasus pernikahan dini di kota Surabaya telah menurun 11,99 persen. Kemudian, pada tahun 2023 ini turun lagi 18,29 persen.
“Tahun 2024 kan belum selesai, jadi kami belum bisa memastikan turun berapa persen, namun dari data yang kami punya, jumlahnya terus menurun,” ujar Nur Khasan kepada INDOSatu.co, Selasa (21/5).
Nur Khasan menyampaikan bahwa, Diska yang masuk ke pengadilan kebanyakan terjadi karena faktor pergaulan bebas. “Mereka melakukan hubungan (seksual, Red) yang dilarang, tapi dilakukan juga. Keadaan yang terlalu akrab antara laki-laki dan perempuan di bawah izin menikah, yaitu 19 tahun untuk masing-masing mempelai,” jelas Nur Khasan.
Menurut dia, ketidakpahaman tentang batasan bergaul adalah usia di bawah umur, yang akhirnya terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan itu. Saat umur sudah melampaui angka 19, kata dia, adalah umur yang sudah mengerti tentang batas kewajaran.
”Justru yang belum mengerti dan terjadi adalah umur di bawah 16, bahkan pernah ada kasus mengajukan diska di usia 12 dan 14 tahun karena hamil,” jelas Nur Khasan.
Menurut dia, unsur paling banyak alasan pengajuan diska adalah pergaulan yang berujung kehamilan di luar nikah. Hal itu terjadi karena minimnya edukasi tentang agama di tengah pergaulan bebas dan kemajuan teknologi. Meski demikian, Nur Khasan menyebut bahwa dalam beberapa tahun belakang ini, terjadi penurunan yang signifikan.
“Alhamdulillah beberapa tahun terakhir mengalami penurunan, mungkin karena sudah terjadi kerja sama antara lembaga terkait, seperti lembaga perlindungan anak dan ibu (LPAI) dan kementerian agama, dalam melakukan penyuluhan. Masyarakat diharapkan juga memiliki tanggung jawab untuk melerai jika mengetahui dua remaja yang bukan muhrim melakukan hal-hal yang dilarang agama,” pungkas Khasan. (*)