Haedar Ingatkan Era Medsos, Tokoh Hanya Lewat Pasar Saja, Sudah Dianggap Merakyat

  • Bagikan
JANGAN TERKECOH: Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Haedar Nashir saat menyampaikan sambutan dalam pelantikan Rektor Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), Sabtu (22/7).

INDOSatu.co – SEMARANG – Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mewanti-wanti agar rakyat jernih menyikapi era digitalisasi lewat media sosial. Orang tidak berbuat apa-apa di pasar, dan hanya nampang saja, (kebetulan) tokoh, lalu (disebut) merakyat. Padahal cuma lewat. Orang tersebut sama sekali tidak memberdayakan orang yang ada di pasar itu untuk berubah, dari kelas UMKM menjadi kelas menengah ke atas.

Orang tersebut cuma lewat atau mampir ke tukang pecel tanpa mengubah nasib tukang pecel itu yang tetap menderita di tengah glamoritas tokoh atau siapapun dia yang memperoleh keuntungan dari (kapitalisasi) kemiskinan itu. Kontan pernyataan Haedar itu mendapat aplaus dari hadirin saat pelantikan Rektor Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), Sabtu (22/7).

Baca juga :   Perwujudan Amal Salih, Haedar Letakkan Batu Pertama Masjid Al Mushannif di TIM

Menurut Haedar, untuk memajukan taraf hidup masyarakat, seorang pemimpin atau tokoh perlu melakukan dua hal konkret. Pertama, kata Haedar, mengubah mindset umat Islam dan bangsa Indonesia. Dan kedua, mengakselerasi kinerja pusat-pusat keunggulan yang berorientasi pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

”Dua hal ini yang lebih konkret untuk memajukan bangsa daripada mempertaruhkan nasib pada sosok pemimpin yang dikategorikan sebagai pemimpin merakyat,” kata Haedar dikutip dari muhammadiyah.or.id, Sabtu (22/7).

Kata Haedar, perlu perubahan mindset di tubuh umat Islam dan bangsa Indonesia jika ingin maju. Selain mengubah pola pikir komunalitas yang irasional terhadap cara berpikir yang lebih rasional, objektif, meritokrasi, berbasis sistem yang good governance.

Baca juga :   Halal bihalal di KAHMI, Fadel Muhammad: KAHMI Harus Bikin Lompatan Besar untuk Gorontalo

”Dan insyaAllah Muhammadiyah siap dalam sistem yang seperti ini. Tapi kalau sistem yang gontok-gontokan, kita tidak pernah naik kelas sebagai bangsa dan sebagai umat,” imbuh Guru Besar Sosiologi itu.

Dalam pidato pelantikan Rektor Unimus, Haedar menyebut mindset komunalitas irasional yang dimaksud adalah corak alam pikiran yang serba goyah, mudah termakan oleh isu-isu artifisial tertentu, lalu pindah ke isu-isu lain tanpa menyelesaikan masalah dari satu isu pun.

Berbagai contoh yang ada dari mindset komunalitas ini misalnya, seperti gairah untuk mengekspor gagasan Islam Indonesia ke dunia internasional, padahal masalah substansial di dalam negeri sendiri banyak yang belum selesai.

Baca juga :   Inggris dan RI Deal soal Kapal Tempur Arrowhead

”Di sisi lain, mudahnya bangsa Indonesia terkecoh oleh sosok yang dikategorikan sebagai pemimpin merakyat lewat retorika dan pembentukan narasi, padahal rekam jejaknya tidak memadai. Tapi orang Indonesia kan suka yang gitu-gitu kan? (lalu terkesan). Wah, ini tokoh yang merakyat. Padahal, tokoh yang merakyat seharusnya yang bisa mengubah nasib rakyat secara signifikan, sehingga rakyat menjadi lebih sejahtera,” imbuhnya.

Jika bangsa Indonesia bisa keluar dari mindset komunalitas irasional ini, dan didukung dengan pengembangan pusat-pusat keunggulan yang mumpuni, Haedar percaya daya saing bangsa Indonesia bisa naik kelas dan bangsa Indonesia mulai layak untuk mempromosikan gagasannya ke dunia luar. (adi/red)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *