INDOSatu.co – SURABAYA – Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menggelar pameran seni rupa urban bertajuk Ritus Liyan/Mundane Rites. Pameran yang dilaksanakan di kampung Plampitan pada 24-31 Mei 2024 itu dihadiri sebelas seniman, dua diantaranya adalah warga kampung Plampitan.
Pameran seni urban ini memamerkan berbagai karya seni rupa, baik fotografi, videografi, seni performatif, sketsa, lukisan, instalasi, dan lain sebagainya. Beberapa karya yang dipamerkan merupakan hasil tangan ibu-ibu kampung Plampitan yang berbentuk kain batik.
“Karya-karya yang dipamerkan adalah wujud keseharian warga kampung Plampitan. Bahkan, beberapa adalah kegiatan spontanitas yang tidak direncanakan, namun sudah menjadi kegiatan keseharian,” ujar Lina Puryanti, Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unair Surabaya, saat konferensi pers pada Jumat (24/5).
Lina menjelaskan bahwa, persiapan pameran sudah dilakukan pada bulan Maret. Dimulai dari sebuah lokakarya intensif yang menghadirkan seorang Antropologi dari Chennai India bernama Aarti Kawlra. Pameran ini diinisiasi oleh Airlangga Institute of Indian Ocean Crossroads (AIIOC) dan menjadi rangkaian kegiatan dari Internasional Convention of Asian Scholars (ICAS) 13 yang akan diselenggarakan di Surabaya pada 28 Juni-1 Agustus 2024 mendatang.
Dalam kegiatan ICAS, terdapat 65 negara dan 700 universitas yang akan terlibat. Hal ini diharapkan akan menjadi momentum penting sesudah pemilu. Momentum tersebut juga bisa menjadi kekuatan bersama pers untuk bisa menjalin kerja sama. Keterlibatan masyarakat menjadi kunci penting dalam kegiatan ini. Pameran bukan hanya berisi seniman, tapi juga seluruh masyarakat Plampitan.
”Kami membuat 11 lokasi festival di seluruh Surabaya,” ucap Lina, yang juga sebagai perwakilan dari AIIOC, Unair.
Dalam konferensi pers, para hadirin diajak berkeliling ke dalam kampung Plampitan. Berbagai hasil persiapan yang dilakukan warga dan para seniman untuk kegiatan ditunjukkan. Tidak hanya itu, Plampitan merupakan kampung sejarah yang di dalamnya termuat berbagai peninggalan sejarah, seperti rumah tokoh pahlawan nasional, Ruslan Abdul Ghani.
Berbagai interior peninggalan Belanda juga masih terjaga. Namun, karena konflik, baik konflik ahli waris dan faktor lainnya menjadikan beberapa bangunan menjadi terbengkalai dan tidak terurus.
Lina berharap, kagiatan ini menjadi pengenal Kota Surabaya, khususnya kampung Plampitan kepada turis asing. “Tepo seliro, hubungan satu sama lain, dan gotong-royong yang harus kita kenalkan ke seluruh Indonesia. Kampung ini menjadi duta Indonesia,” pungkas Lina. (*)