Hadiri Milad ke-58 KAHMI di Tuban, Anas Urbaningrum Minta Kader HMI Jaga Idealisme

  • Bagikan
TURBA KE DAERAH: Anas Urbaningrum (dua dari kanan) dihadirkan ke Tuban dalam rangka Milad ke-58 Korps Alumni HMI (KAHMI) MD Tuban di Pantai Cemara (15/10).

INDOSatu.co – TUBAN – Korps Alumni HMI (KAHMI) MD Tuban menggelar silaturrahim dalam rangka memperingati Milad ke-58 KAHMI di Pantai Cemara (15/10). Selain dihadiri para alumni HMI dari berbagai kota/kabupaten, presidium KAHMI Tuban beserta para anggota, penasihat KAHMI MW Jawa Timur Yunianto Wahyudi juga turut hadir, bahkan memberikan sambutan dalam acara tersebut.

Dalam sambutannya, pria yang akrab dipanggil Mastenk itu menyampaikan bahwa sebagai orang yang pernah berproses di HMI, berkumpulnya alumni dalam KAHMI merupakan salah satu hal yang mendorong untuk terus berkolaborasi dimana pun dan dalam posisi apapun.

Kordinator Presidium KAHMI Tuban, Ahmad Arif Wibowo menuturkan, di saat menjelang pesta demokrasi di Tuban ini, semua pihak harus ikut menjaga agar berjalan sesuai aturan yang berlaku, sehingga akan lahir pemimpin yang berkualitas. Dia menambahkan pesta demokrasi di Tuban bisa berjalan dengan baik, kondusif, dan aman.

Baca juga :   Pileg dan Pilpres Bersamaan, Anas Urbaningrum Ngudha Rasa Pileg Terpinggirkan

Acara tersebut makin bermakna karena menghadirkan Anas Urbaningrum, mantan Ketua PB HMI 1996-1998. Anas tampak hadir di tengah-tengah warga KAHMI Tuban. Dalam ceramahnya, Anas menyampaikan bahwa, seorang penulis sejarah tidaklah selalu mayoritas (berjumlah banyak), namun kelompok terbatas yang justru punya kekuatan khusus yang mewarnai dalam penulisan sejarah.

“Penulis sejarah adalah creative minority, kelompok yang tidak banyak, namun mempengaruhi proses dalam arus berjalan yang mengubah wajah masyarakat,” ungkap Anas.

Dikaitkan dengan hal tersebut, berdirinya hijau-hitam (HMI) yang tidak memiliki induk organisasi, namun menjadi induk HMI merupakan sebuah panggilan sejarah. Sejauh adanya panggilan sejarah tersebut, maka induknya tidak akan pernah mati dan akan selalu ada relevansi. Tugas para alumni HMI adalah menjaga relevansi untuk para kader HMI. “Kader itu kualifikasi, bukan kuantitas,” ungkap Anas.

Dia menambahkan, dengan adanya kegiatan seperti (silaturrahmi) yang dilakukan siang ini, merupakan tugas seorang alumni dalam mewarnai pengkaderan. Dalam berkader, Anas menyampaikan bahwa idealisme itu tidak boleh mati. Bukan hanya tidak boleh mati, melainkan tidak ada rumusnya idealisme itu mati. Idealisme itu lahir dari sebuah ideologi yang merupakan sistem cita-cita, sehingga jika orang kehilangan idealisme, sesungguhnya orang itu masih hidup, tetapi jiwanya mati.

Baca juga :   Babak Baru Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, Sepakat Bawa RUU PPRT ke Sidang Paripurna

“Aktivis itu pekerjaan sejarah. Sampai mati dan dalam kondisi apapun, dalam situasi apapun, pensiunnya ketika jatah hidupnya habis. Jika pensiun, meski masih hidup, jiwa mati. Aktivis itu tidak ada pensiunnya,” terang mantan anggota KPU RI tersebut,

Di acara tersebut, Anas juga membahas perpolitikan nasional. Dia berpendapat bahwa, berpolitik itu harus membawa identitas lokal. Kalau wajah perpolitikan lokal terbawa nasional, maka yang lokal akan kehilangan identitasnya. “Konsen lokal itu lebih baik daripada nasional supaya tidak terkonsentrasi,” tegasnya.

Baca juga :   Usai Ziarah ke Makam Tokoh Bangsa, Anas Urbaningrum Temui Akbar Tandjung

Dia juga bercerita bahwa di awal tahun 2000-an, andai waktu itu bisa memilih antara dua pilihan, sebagai penyelenggara pemilu atau membangun enterpreneur, dia akan lebih memilih untuk membangun enterpreneur. Akan tetapi, dia dalam kondisi tidak bisa memilih.

Kenapa harus enterpreneur? Hal ini menjadi penting karena dengan peningkatan enterpreneur, maka yang meningkat adalah tataran perekonomian, dan peningkatan akan bisa masuk ke bidang-bidang yang lain, termasuk politik dan sosial. Meski demikian, hal itu bukan berarti sebagai bentuk penyesalan, melainkan sebagai cerminan untuk langkah kedepan.

Anas juga menyampaikan bahwa dalam ikatan KAHMI, yang ditata adalah paseduluran (persaudaraan) ideologis. Dia menyampaikan bahwa ikatan persaudaraan ideologis itu lebih kuat dari pada ikatan biologis, karena lahirnya dari proses panjang, bukan sesuatu yang turun dari langit. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *