INDOSatu.co – JAKARTA – Anies Baswedan melakukan silaturahmi dengan Komunitas Pengusaha Muslim di Jakarta pada Sabtu (30/11). Dalam acara tersebut, sejumlah peserta mengajukan berbagai pertanyaan kepada Anies Baswedan. Salah satu pertanyaan yang menarik perhatian adalah soal penjegalan dan serangan buzzer, serta bagaimana cara menghadapinya.
“Bapak dijegal sana-sini, berseliweran fitnah dan hoaks yang dilancarkan oleh buzzer di media sosial. Apa sih tips-nya menghadapi semua itu?,” tanya moderator acara kepada Anies.
Anies pun menjawab dengan lugas. Menurutnya, dirinya sudah lama terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan dan politik. Amies mengaku melakukan itu bukan kegiatan baru, dan dalam kegiatan itu ada yang mendukung dan ada yang tidak mendukung. Ada yang suka dan tidak suka, itu lazim terjadi.
“Bagi saya, yang tidak suka itu urusan perasaan mereka. Jadi, kalau ada yang tidak suka dengan saya, itu urusan mereka, bukan urusan saya. Saya tidak perlu pusing dengan apa yang mereka rasakan. Yang penting, saya melakukan hal yang baik dan benar untuk semua, suka atau tidak suka,” tegasnya.
Anies juga membagikan pengalamannya saat bertugas sebagai Gubernur DKI Jakarta. Ia kerap mendatangi tempat-tempat yang mayoritas warganya tidak memilihnya, sekaligus tempat yang mayoritas warganya memilihnya.
“Saat awal-awal memang unik. Ketika datang ke tempat yang tidak memilih saya, suasananya adem dan tidak antusias. Tapi ketika datang ke mayoritas yang memilih saya, suasananya ramai dan antusias sekali. Namun, seiring waktu, semuanya berubah. Ada kehangatan yang muncul, dan itu menunjukkan bahwa perbedaan itu tidak permanen,” ungkap Anies.
Ia juga menyoroti perbedaan suasana antara dunia nyata dan media sosial. Bahkan di masa-masa awal Pilkada, sebenarnya Pilkada tenang-tenang saja, media sosialnya yang ramai. ”Saat ke TPS, ada yang memilih A dan B, tapi tenang, kan? Cuma di media sosial, Masya Allah, ramai sekali. Itu yang banyak orang sebut sebagai buzzer,” tambahnya.
Anies juga mengulas tantangan yang dihadapinya selama menjabat, terutama ketika ada perbedaan sudut pandang antara pemerintah pusat dan daerah, seperti saat menangani COVID-19.
“Kami di Jakarta perlu melindungi warga dengan langkah yang agresif, sedangkan pemerintah pusat cenderung rileks. Perbedaan-perbedaan itu terkesan menimbulkan tekanan. Namun, selama langkah yang kita jalani benar dan tujuan kita baik, Insya Allah, Allah memberikan jalan keberhasilan,” ujarnya.
Cerita Pengalaman Pilpres 2024
Ketika mengikuti proses Pilpres, Anies mengaku merasakan tekanan yang dialami oleh partai pengusungnya. “Partai yang mengusung saya menghadapi macam-macam cobaan. Saya pernah kampanye di sebuah kota, dan listriknya mati di seluruh kota. Setelah selesai acara, listrik menyala lagi,” ceritanya.
Ia juga berbagi pengalaman unik saat panitia kesulitan menemukan lokasi kampanye karena semua gedung di daerah tersebut disewa habis. Akhirnya, panitia hanya bisa mendapatkan gedung yang biasanya digunakan untuk pernikahan. Ternyata, gedung pernikahan lebih mahal daripada gedung konferensi.
”Saat panitia mencoba meminta diskon, pemilik gedung bertanya acara apa. Setelah tahu saya yang kampanye, pemiliknya memberikan izin gratis,” kenangnya.
Menurut Anies, ada pelajaran penting dari setiap tantangan yang dihadapinya. “Pelajarannya apa? Dijegal-jegal tetap sabar. Insya Allah ada hikmahnya. Jadi, disulit-sulitkan, eh malah dapat gratis. Jalani dengan ikhlas, Insya Allah ada hikmahnya,” kata Anies yang disambut dengan tepuk tangan meriah dari para peserta. (*)