Guru dan Pendidikan Akhlak di Era Kekinian (Refleksi Hari Guru Nasional)

  • Bagikan

TIDAK dapat dimungkiri, bahwa kehadiran teknologi digital telah memberikan dampak luar biasa bagi kehidupan manusia. Berdakwah, belanja, memperluas pangsa pasar bisnis, transportasi hingga pelayanan publik lainnya kini sudah dapat dilakukan dengan mudah dengan bantuan teknologi tersebut. Apa pun yang kita butuhkan sudah bisa dilakukan melalui smartphone yang terkoneksi ke jaringan internet.

Pengguna teknologi digital di Indonesia terus merangkak naik dari tahun ke tahun seolah tidak pernah berhenti untuk mencuri perhatian masyarakat kita. Pada Januari 2024, misalnya, ada 185 juta pengguna internet di Indonesia yang setara dengan 66,5 persen dari total populasi. Sementara jumlah pengguna media sosial pada Januari 2024 sekitar 139 juta orang atau 49,9 persen dari total populasi Indonesia.

Dari data tersebut, generasi Z dan milenial mendominasi pengguna media sosial. Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), mayoritas (51,9 persen) generasi Z sering mengakses aplikasi media sosial Instagram. Sedangkan di kalangan milenial, mayoritas (74,09 persen) sering mengakses Facebook.

Kebutuhan akan informasi yang cepat dan akurat menjadikan media sosial banyak digandrungi semua kalangan, lebih-lebih generasi muda. Dalam hitungan detik, informasi yang disampaikan melalui media sosial dapat diakses oleh semua orang di segala penjuru dunia. Meskipun demikian, kesahihan informasi di media sosial sering kali mengandung kepalsuan, karena faktanya banyak berita hoax yang tersebar di media sosial.

Baca juga :   Ideologi Islam Itu Musuh Komunis dan Kapitalis

Sadar atau tidak kita sering menjadi korbannya. Bukan hanya itu saja, media sosial juga berdampak buruk bagi kesehatan mental, menjadikan malas belajar, gangguan tidur dan meningkatnya cyberbullying di kalangan pelajar. Bahkan, tidak sedikit media sosial yang menyeret pelajar ke permainan haram judi online.

Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) Prof. Satryo Soemantri Brodjonegoro mengatakan, sebanyak 960.000 pelajar dan mahasiswa di Indonesia terlibat kasus judi online atau judol (Kompas.com, 22/11/2024).

Terpaparnya pelajar dalam pusaran judi online sungguh mengagetkan kita semua. Mereka yang semestinya menempa diri dengan ilmu dan akhlak justru terjerumus ke dalam permainan judi online. Ini jelas merupakan indikasi kemerosotan akhlak generasi muda. Dan, persoalan ini tidak boleh dibiarkan begitu saja. Mereka mesti diselamatkan karena masa depan bangsa ini berada di pundak generasi muda.

Keteladanan Guru

Dewasa ini media sosial bukan sekadar dijadikan sebagai media hiburan semata, melainkan telah bertransformasi menjadi sebuah kebutuhan. Persoalan yang mengemuka belakangan adalah tidak semua pengguna media sosial memanfaatkannya dengan bijak. Banyak konten berbau pornografi dan pornoakksi yang mudah diakses oleh pelajar. Alhasil, banyak di antara mereka yang kecanduan dan mempraktikkannya dalam kehidupan nyata. Begitu banyak orang tua dan masyarakat yang mengeluhkan perilaku sebagian pelajar yang berperilaku di luar batas kesopanan dan kesusilaan.

Baca juga :   Menteri Keuangan Gagal, Wajib Mundur

Kemerosotan moral ini tidak boleh dianggap sepele dan harus menjadi perhatian serius. Dalam konteks ini diperlukan penguatan peran guru dalam menanamkan pendidikan akhlak pada peserta didik. Di era digital, peran guru dalam pendidikan akhlak sangatlah penting karena belakangan ini banyak pelajar yang terpapar konten negatif di media sosial.

Penanaman akhlak sejak dini pada anak akan membantu mereka dalam bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat. Akhlak menjadi kunci penting kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Itulah mengapa misi kenabian paling utama Rasulullah Saw adalah menyempurnakan akhlak penduduk bumi (HR. Al-Baihaqi).

Karena itu, peran guru sangatlah penting dalam menanamkan nilai-nilai pada generasi muda. Dalam konteks pendidikan akhlak peran guru tidak dapat digantikan oleh  perangkat teknologi atau Artificial Intelligence (AI). Metode yang dapat digunakan oleh guru adalah keteladan (uswah). Para guru dapat memberikan contoh baik dalam perbuatan dan ucapan. Keteladanan ini akan mendorong para pelajar untuk meniru dan mengikutinya. Metode uswah ini telah dipraktikkan Rasulullah sehingga beliau menuai keberhasilan dalam berdakwah, mendidik, dan membimbing umat manusia ke jalan kebaikan.

Baca juga :   Mulyono Tukang Main Kayu

Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah lebih tepat melalui pendekatan keteladanan (uswah) yang dilakukan oleh guru. Keteladanan guru perlu diciptakan karena gurulah sebagai tokoh sentral yang setiap saat menjadi perhatian peserta didik. Guru harus benar-benar menjadi teladan bukan hanya sebatas penyampai ilmu pengetahuan, melainkan mentransfer kepribadian yang berbudi pekerti luhur guna membentuk karakter pelajar sebagai aset bangsa yang akan menjadi penentu kejayaan bangsa ini (Nurchaal, 2010: 233).

Guru menjadi satu-satunya profesi mulai yang sangat menentukan nasib bangsa ini ke depan. Bila bangsa ini ingin naik level menjadi negara maju, harapan itu ada pada guru. Sayangnya, di tengah harapan itu masih banyak guru yang tersandung persoalan terkait dengan nasibnya sendiri. Saat ini para guru masih dihadapkan dengan persoalan rendahnya kompetensi, kesejahteraan hingga kriminalisasi guru.

Karenanya, peringatan Hari Guru Nasional yang jatuh setiap tanggal 25 November harus menjadi momentum bagi pemerintahan Probowo-Gibran untuk lebih serius memperbaiki segala persoalan yang dihadapi oleh guru. Perbaikan nasib guru ini sangat penting karena mereka merupakan faktor penting dalam menentukan kemajuan bangsa dengan cara mendidik generasi bangsa menjadi insan yang unggul dan berakhlak mulia. (*)

Deni Rahman, M.I.Kom;
Penulis adalah Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Bogor.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *