SUKA atau tidak, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memang hebat dalam membangun elektabilitas untuk menghadapi Pilpres 2029. Dia melakukan agenda yang dianggap recehan di kalangan orang-orang yang berpikir level atas.
Gibran blusukan dari kampung ke kampung di berbagai pelosok negeri. Dia disambut meriah oleh warga setempat. Ini merupakan cara yang murah untuk membangun popularitas. Modalnya hanya susu, buku tulis, kaus oblong, memborong bakso untuk dibagi-bagikan kepada warga, dan sebagainya.
Yang dilakukan Gibran ini kelihatannya remeh. Tetapi dia akan menjadi sangat populer. Para buzzer dan influencer bayaran akan menyebarluaskan video blusukan Gibran. Diamplifikasikan ke segenap platform media konvensional dan media sosial.
Tepatnya, yang hebat memang tim pencitraan Gibran. Salut! Mereka mengerti cara mengangkat kemasyhuran Gibran yang sejak sebelum pilpres hingga saat ini masih terus menjadi bulan-bulanan pengkritik dan netizen waras.
Mereka abaikan saja hiruk-pikuk di media sosial yang didominasi oleh pengerdilan terhadap Gibran. Kalau dilihat dari tampilannya, baik yang tak resmi maupun yang resmi, tidak salah kalau orang menyimpulkan bahwa anak sulung Jokowi itu tidak memiliki kemampuan retorika dan public speaking yang memadai. Bahkan boleh disebut sangat rendah.
Namun, posisi sebagai Wapres yang dia dapatkan dengan melanggar konstitusi dan etika itu sangat menguntungkan Gibran. Ke mana pun dia pergi blusukan semua biaya ditanggung oleh negara. Transportasi untuk dia selalu VVIP. Selalu dikawal paspampres. Selalu bisa membawa berapa pun logistik yang diperlukan untuk pencitraan itu. Yang juga dibiayai negara.
Gibran bisa membawa tim media pribadi dan media massa tanpa biaya sepersen pun yang harus dikeluarkannya dari kantong sendiri. Dia juga bisa menyediakan akomodasi untuk mereka atas nama perjalanan dinas wakil presiden.
Jika ada yang berpendapat bahwa Gibran sejak awal menyiapkan diri untuk kompetisi pilpres 2029, sama sekali tidak salah. Bahkan sangat benar. Dan dia fokus membangun popularitas di mata masyarakat untuk selanjutnya akan menjadi modal besar jika ada survei-survei elektabilitas di masa mendatang.
Dalam banyak hal, popularitas yang tinggi akan menghasilkan tingkat elektabilitas yang tinggi pula. Tim pencitraan Gibran memahami itu. Mereka juga memahami bahwa Gibran tak punya cara lain untuk membangun elektabilitas kecuali dengan blusukan sambil bagi-bagi hadiah.
Gibran tak punya kemampuan untuk membangun elektabilitas lewat jalur intelektualitas. Dia hanya bisa melakukan komunikasi melalui bagi-bagi hadiah. Dia pun akan menggunakan bansos sebagai cara untuk menarik perhatian dan simpati masyarakat.
Untuk urusan pilpres 2029, Gibran hari-hari ini mulai melakukan “warming up” (pemanasan). Bisa disebut mencuri start kampanye pilpres. Dan itulah tujuannya, berlindung di balik kunjungan kerja wapres.
Mungkinkah Gibran membangun elektabilitas dengan cara-cara recehan seperti yang dia lakukan saat ini? Sangat bisa karena berpuluh juta orang Indonesia siap mengikuti cara-cara yang tak terhormat ini. Gibran sendiri tak peduli, apakah itu terhormat atau tidak. Bukankah dia dinaikkan menjadi Wapres oleh bapaknya dengan cara yang tak terhormat?
Bagi Gibran, yang penting orang memilih dia di pilpres nanti. Dia tak peduli cara-cara intelek yang dilakukan para kompetitornya, termasuk Pak Prabowo. (*)
Asyari Usman;
Penulis adalah Jurnalis Senior Freedom News, tinggal di Sumatera Utara.