Gerakan September, Bagaimana Seharusnya Umat Menyikapi?…

  • Bagikan

AGENDA Sukodigdo Wardoyo yang akan menggalang dan apel 20 ribu Pasukan Berani Mati Pembela Jokowi pada 22 September ini menggelikan dan mengingatkan sejarah keruntuhan Soekarno akibat Gerakan September. Tepatnya tanggal 30 yang diketahui kemudian didalangi PKI. Soekarno sendiri sudah sakit-sakitan waktu itu.

Pasukan Berani Mati Pembela Jokowi ini apakah sama dengan Pasukan Cakrabhirawa Soekarno? Tentu beda karena Cakrabhirawa adalah pasukan bersenjata dan resmi. Pasukan  Jokowi ini mah “dadakan”, “gertakan” dan mungkin “jilatan”. Persamaannya yaitu, sama-sama berada di ujung masa jabatan.

Soekano sedang sakit-sakitan, sehingga China bersama PKI harus memastikan kelanjutan kepemimpinan Indonesia pasca Soekarno. Sementara Jokowi justru sedang mengenang masa sakit-sakitan, sehingga nama Mulyono dimunculkan dan menjadi populer. Agak kabur dengan nama Hary Mulyono, adik ipar Jokowi yang meninggal 2018. Konon fotonya “mirip” Jokowi.

Mungkin Jokowi kini juga sedang sakit-sakitan  cemas menghadapi masa depan. Sindroma pasca lengser. Memandang dengan tatapan kosong nasib diri dan keluarga akankah bahagia atau sengsara? Sementara kasus-kasus diujung terus mendera, mulai dari piknik Kaesang hingga fufufafa Gibran. Ijazah Hary Mulyono juga terus menghantui.

Rupanya hal ini yang menyebabkan perlunya pasukan berani mati untuk membela Jokowi. Pasukan Sukodigdo disiapkan. Ironi karena ini melecehkan Pasukan Pengawal Presiden dan aparat keamanan yang memang masih harus menjaga Presiden Jokowi. Lalu apel itu inisiatif kelompok masyarakat atau desain Jokowi sendiri? Jika ditanyakan mungkin jawabannya, tanya saja pada Tugu Proklamasi, kok tanya saya.

Baca juga :   Soal Ijazah, Jokowi Punya Nyali?

Baru beberapa hari lalu Ketum Solmet Silfester Matutina bertengkar seru dengan Rocky Gerung dengan alasan membela mati-matian Jokowi. Akan mengejar sampai liang kubur katanya, emang bisa? He he. Jokowi sedang membutuhkan para pemasang badan di akhir masa jabatan. Jokowi saat ini masih hidup, sehingga ada pasukan berani mati. Akan tetapi, jika Jokowi sudah mati masihkah ada pasukan berani?

Unjuk massa para pembela Jokowi 22 September di Tugu Proklamasi dengan jumlah ribuan tentu mudah saja karena pembiayaan tidak masalah. Jokowi masih berkuasa kok, mampu menangani kalau saja diajukan proposal. Tapi masalahnya adalah pola itu rentan dan akan memancing konflik horizontal ke depan yang langsung atau tidak justru akan merugikan Jokowi sendiri dan keluarganya.

Kerugian yang sudah terbaca saat ini adalah kepanikan luar biasa Jokowi, sehingga harus menyiapkan pasukan segala, sekurangnya merestui. Sedemikian menakutkannya situasi menjelang lengser, sehingga diperlukan Gerakan September menuju Oktober? Paspampres sudah tidak berdaya atau diragukan loyalitasnya? Semestinya Jokowi bisa lengser dengan nyaman, namun nampaknya ia bimbang dan bingung.

Jika Gerakan September digelindingkan, maka diprediksi akan muncul Gerakan Oktober. Sebagaimana dulu pada tahun 1965 setelah Gerakan PKI, maka muncul Gerakan TNI yang menumpas PKI. TNI kini yang sepertinya diam, namun ke depan akan banyak berbuat dan bergerak dalam rangka menumpas anasir-anasir pengganggu dan perusak Ideologi Pancasila.

Baca juga :   Skenario Perseteruan Mega dan Jokowi

Kelompok yang menamakan Pasukan Berani Mati Pembela Jokowi ini memang tergolong angkuh. Menggunakan Tugu Proklamasi Jakarta sebagai tempat Apel Siaga dalam rangka menunjukkan adanya gerakan pembelaan kepada Jokowi. Berani mati lagi. Mencoba menjadi pasukan yang siap perang. Mungkin seperti cita-cita angkatan kelima dahulu. Apakah pasukan ini inisiatif sendiri atau restu, bahkan perintah Jokowi?

Kata orang Betawi “lu jual ane beli”. Pasti atas gerakan pasukan yang entah menjilat atau kultus itu bakal banyak kelompok yang siap menghadapi. Jokowi di depan rakyat, apakah mahasiswa, emak-emak, buruh, purnawirawan atau ulama bukanlah Presiden yang bagus, tetapi banyak cacat. Cacat konstitusi, cacat demokrasi, hak asasi, penghianat ekonomi, birokrasi korupsi serta pencipta kesenjangan sosial. Keluarga yang hidup mewah-mewah.

Sedang dipantau siapa pasukan yang berkoar gagah-gagahan itu. Benar pasukan berani mati atau pasukan bayaran untuk sekedar hidup. Rakyat akan melihat profil puluhan ribu orang anggota pasukan “berani mati” itu. Berkumpul dengan militansi atau datang dengan tidak ngerti apa-apa yang penting uang transport dan nasi bungkus.

Jika kelompok pasukan pembela Jokowi dapat menggunakan Tugu Proklamasi, maka berikutnya akan datang bergelombang ratusan ribu, bahkan jutaan orang yang akan menggunakan Tugu Proklamasi untuk mendesak pemakzulan, penangkapan dan peradilan Jokowi. Dipastikan yang datang bukan massa uang transport dan nasi bungkus, tetapi massa militan yang benar-benar berani mati. Tugu Proklamasi akan menjadi bukti dan saksi. Bisa reformasi atau revolusi.

Baca juga :   Krisis Moneter dan Krisis Ekonomi Semakin Dekat

Jika aksi “G 22 S Jokowi” serius dan merupakan potensi dari pembentukan pasukan angkatan kelima, maka elemen gerakan umat Islam tentu siap untuk mengantisipasi dan menghadapinya. Sebagaimana peristiwa tahun 1965, maka penghianatan PKI dihadapi serius, selain oleh TNI, juga oleh umat Islam. Gerakan nir-moral akan dilawan oleh kekuatan umat beragama. Pasukan berani mati membela Jokowi akan berhadapan dengan gerakan berani mati untuk menumbangkan Jokowi.

Namun jika pasukan berani mati itu hanya kumpulan “puluhan ribu” orang yang bermotif uang transport dan nasi bungkus, maka rakyat dan umat Islam tentu santai saja untuk mengantisipasinya. Jokowi sendiri dipastikan semakin terpuruk akibat ulah pasukan hasil mobilisasi itu. Jokowi yang mungkin awalnya mencoba mengkudeta dirinya untuk memperpanjang pengaruh kekuasaannya, justru akan semakin terpuruk dan menjadi bahan cemoohan rakyat yang tertawa berhaha hihi.

G 22 S Jokowi menjadi indikasi keruwetan dan kebingungan Jokowi di akhir ia duduk di atas kursi. Membangun dinasti nyatanya  menginjak-injak demokrasi. Ya, paling bisa membentuk pasukan berani mati. Akankah Jokowi hadir pada acara 22 September di Tugu Proklamasi untuk mulai mencanangkan aksi G 22 S Jokowi? Gerakan itu untuk menakut-nakuti oposisi dan penerus kekuasaannya nanti. Jokowi mencoba mengaum sebelum mati. (*)

M. Rizal Fadillah;
Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan, tinggal di Bandung.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *