INDOSatu.co – JAKARTA – Ruwetnya eskalasi menjelang datangnya setiap tahun politik (pemilu, Red) mendapat kritik pedas dari Kritikus dan Pegiat Sosial Media, Faizal Assegaf. Hal itu terjadi karena UU Pemilu lahir dari bakul sampah, yang setiap lima tahun didaur ulang sesuai tafsir penguasa.
‘’Layaknya sebagai ‘UU Peranjingan Kekuasaan’ yang sangat ganas memangsa aspirasi & keadulatan rakyat demi melanggengkan kejahatan dalam bernegara. Sebuah hasil dari pemufakatan politik curang,’’ kata Faizal Assegaf dalam akun twitter-nya yang mengizinkan dikutip INDOSatu.co, Rabu (11/1), malam.
Menurut Faizal, bahwa sangat jelas UU Politik lahir secara prematur dan ugal-ugalan, yang kemudian mengalami revisi tanpa merombak aspek substansi dan fundamental undang-undangnya.
‘’Misal Presidential Threshold (PT) 20 persen, pembagian kursi legislatif terbanyak di pulau Jawa dll, adalah contoh dari kejahatan UU tersebut yang dipertahankan untuk memberangus hak politik rakyat,’’ kata Faizal.
Menyikapi tindakan culas para politisi tersebut, ungkap Faizal, kelompok civil society dan parpol yang pro perubahan, mestinya bersatu dan merombak total UU Politik.
‘’Tapi, tampaknya mereka pun terpaksa beradaptasi dengan produk politik busuk tersebut. Rakyat akan terus menjadi korban dari kecurangan bernegara melalui pemilu yang amburadul dan penuh dusta,’’ kata pria yang juga mantan aktivis 98 itu.
UU Politik hasil konsensus kepentingan elit parpol, dinilai Faizal juga lahir secara prematur dan ugal-ugalan. Idealnya, beber dia, UU tersebut dikaji kembali secara komprehensif agar memastikan keberpihakkan pada rakyat dan ditegakkan secara terang dan jelas. ”UU Pemilu itu masih menyisihkan ketidakadilan. Sehingga hasil dan juga produk-produk pemilu juga selalu curang,” pungkas Faizal. (adi/red)