INDOSatu.co – LAMONGAN – Umat Islam Indonesia nyaris unggul di semua lini, hanya lini ekonomi – bisnis yang belum unggul. Hal ini yang menjadi penyebab umat Islam belum bisa menjadi penentu arah negara ini.
Pernyataan tersebut disampaikan Anwar Abbas, Ketua PP Muhammadiyah Bidang Ekonomi pada, Sabtu (16/4) di acara Kajian Ramadan 1443 H yang diadakan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan secara hybrid di Universitas Muhammadiyah Lamongan (UMLA).
Menurit Anwar, pengakuan dunia terhadap Muhammadiyah sebagai organisasi Islam modern dengan aset melimpah di mana-mana, tidak bisa menjadi patokan bahwa Muhammadiyah bisa menjadi penentu arah peradaban negara Indonesia masa kini dan masa depan.
“Yang menjadi penentu di suatu negeri itu bukan politisi, bukan tentara dan polisi, dan bukan birokrat. Tetapi yang menjadi penentu di suatu negeri adalah orang yang menguasai sumber material di negara tersebut,” ungkapnya.
Di Indonesia, imbuh dia, umat Islam yang jumlahnya mayoritas, namun hanya direpresentasikan satu orang saja di antara sepuluh orang terkaya di Indonesia. Karena itu, Anwar mengajak warga Muhammadiyah untuk berusaha mengubah diri. Hal itu merujuk kepada QS. Ar Ra’d ayat 11 “Sesungguhanya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri….”.
Berubah ke arah yang lebih baik, menurutnya bisa dimulai untuk meningkatkan kualitas warga Muhammadiyah, dan umat Islam pada umumnya. “Kita harus melakukan perubahan yang mendasar dan fundamental kalau kita mau mengubah nasib kita,” tuturnya.
Ke depan, Anwar berpesan, Indonesia yang diprediksi akan menjadi negara adikuasa dunia, umat Islam harus menyiapkan generasi yang unggul. Sebab, jika melihat peta politik sekarang, kekuasaan dan akses-akses masih dikuasai oleh oligarki bisnis yang bukan dari kelompok umat Islam.
Menurutnya, menuju ke tahun emas Indonesia, umat Islam harus menumbuhkan rasa kebersamaan. Organisasi-organisasi Islam termasuk Muhammadiyah dan NU tidak boleh menjadi penghalang dalam memajukan generasi penerus keumatan dan kebangsaan.
Dia berharap, warga Muhammadiyah dan umat Islam secara keseluruhan ‘menghijrahkan diri’ dari mental pekerja (employee mentality) menuju mental wirausaha (entrepreneurship mentality), serta mau belajar di manapun berada. (*)