Dinilai Penuh Intrik, Kedok TWK akan Terbongkar

  • Bagikan
INGIN PRESIDEN AMBIL ALIH: Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK nonaktif Giri Suprapdiono, menyikapi batas waktu pemecatan para pegawai KPK yang "dianggap" tidak lolos TWK.

INDOSatu.co – JAKARTA – Giri Suprapdiono, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK nonaktif, mengaku pihaknya masih berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil alih status 57 pegawai sebelum tanggal 30 September 2021. Sebab, KPK memang akan memberhentikan para pegawai yang lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pada tanggal tersebut.

Pemecatan para pegawai itu dikritik berbagai pihak, karena dinilai sebagai usaha pelemahan KPK. Proses TWK dinilai cacat hukum dan penuh intrik untuk menyingkirkan para penyidik profesional di KPK, seperti Novel Baswedan dan kawan-kawan.

Giri menegaskan, Surat Keputusan (SK) pemecatan belum selesai atau belum endgame. Apalagi, Komnas HAM dan Ombudsman sudah menyampaikan secara formal rekomendasinya kepada Presiden Jokowi. Diketahui, Komnas HAM menyatakan bahwa TWK mengandung pelanggaran HAM, termasuk adanya pelecehan seksual. Sementara Ombudsman menyatakan TWK penuh malaadministrasi dan melanggar prosedur.

Baca juga :   Bela Anies, Haji Lulung: Ngaca Dulu, Emang Giring Siape?

“Untuk menyalurkan pegawai Tidak Memenuhi Syarat (TMS) ke BUMN atau tempat lain saat ini dinilai belum tepat, karena Pimpinan KPK punya PR panjang atas tindak lanjut atas putusan MA, MK, Komnas HAM, dan Ombudsman. Putusan dan rekomendasi lembaga tersebut yang harus dilakukan KPK terlebih dahulu, salah satunya mengangkat 75 menjadi PNS sebelum tenggat waktu Oktober 2021,” katanya.

Baca juga :   Ditahan KPK, Budhi: Saya Tidak Pernah Terima Fee dari Para Pemborong

Ia melanjutkan, tawaran ke BUMN atau lembaga lain adalah peluang bagus untuk membangun antikorupsi di korporasi atau institusi. Namun, harus dilakukan di waktu dan proses yang tepat.

“Tawaran pimpinan KPK ke 56 pegawai saat ini menjadi masalah karena patut kami duga sebagai upaya penggembosan perjuangan kami. Kalau kami melihat form yang mereka edarkan ada syarat permintaan permohonan kepada pimpinan untuk menyalurkan, di sisi lain mereka menyatakan kami tidak bisa dibina, tidak pancasilais dan langsung dinonjobkan. Ini penghinaan bagi kami. Prosesnya yang melukai kami, bukan BUMN atau lembaganya,” ujar dia.

Baca juga :   Ralat Pernyataan Sendiri, KPK Ngaku Formula E Terus Berproses

Selain itu, pimpinan KPK tidak mempunyai tugas dan kewenangan untuk menjanjikan atau menyalurkan pegawai masuk BUMN atau lembaga lain dan ini bisa menjadi isu trading influence (jual beli pengaruh). “Menurut kami, yang paling tepat menyalurkan kami adalah negara, dalam hal ini Presiden RI karena membawahi lembaga negara dan BUMN,” kata dia.

Apabila para pegawai dipandang dibutuhkan Indonesia, Giri meyakini keputusan negara akan lebih baik. Namun, cita-cita mereka adalah kembali bekerja di KPK. “Memberantas korupsi, membangun harapan kami menjadi negara maju dan sejahtera yang bersih,” kata dia. (ad/red)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *