INDOSatu.co – JAKARTA – Rencana pemerintah memberlakukan subsidi KRL berbasis NIK dipastikan tidak akan mulus. Sebab, model tersebut dinilai diskriminatif dan tidak pro rakyat. Pernyataan tersebut disampikan Anggota Komisi V DPR RI, Sigit Sosiantomo. Bahkan, Sigit meminta pemerintah menunda dan mengkaji ulang pemberlakukan subsidi atau Public Service Obligation (PSO) Kereta Rel Listrik (KRL) berbasis NIK pada 2025 tersebut.
“PSO pada KRL adalah amanat UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian untuk menjamin tarif yang terjangkau bagi masyarakat,” kata Sigit dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (3/9).
Sebagai pelayanan publik, pemberian subsidi KRL juga seharusnya mengedepankan prinsip kesamaan hak. Tidak boleh diskriminatif. Jika subsidi diberlakukan berdasarkan NIK, artinya sudah ada tindakan diskriminatif dalam pemberian layanan publik. Karena itu, daripada muncul masalah di kemudian hari, lebih baik program tersebut dibatalkan saja.
Selain diskriminatif, Sigit juga menilai rencana pemerintah memberlakukan subsidi KRL berbasis NIK sebagai kebijakan yang tidak pro-rakyat. Adapun skema baru pemberian PSO itu, kata Sigit, justru dapat berisiko menambah beban ekonomi bagi masyarakat pengguna KRL yang tidak memiliki akses subsidi, terutama kelas menengah-bawah.
Karena itu, ia menilai rakyat berhak mendapatkan transportasi yang murah dan nyaman sesuai dengan amanat UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Publik banyak bergantung pada KRL untuk perjalanan sehari-hari, terutama untuk bekerja. Mereka rata-rata kelompok menengah ke bawah. Kalau orang kaya, tentu lebih memilih mobil pribadi daripada KRL karena jauh lebih nyaman.
”Kalau kemudian dibatasi subsidinya dengan NIK, tentu akan membebani mereka karena tarif KRL akan naik. Saat daya beli masyarakat menurun dan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025, seharusnya PSO ditambah bukan malah dibatasi,” jelas Politisi Fraksi PKS ini.
Karena itu, Sigit meminta pemerintah menunda dan meninjau ulang kebijakan PSO KRL berbasis NIK tersebut. Kebijakan subsidi KRL menurutnya harus lebih pro rakyat karena masyarakat berhak mendapatkan transportasi yang murah dan nyaman.
Seperti diketahui, pada tahun 2024, daya beli masyarakat Indonesia menunjukkan tanda-tanda melemah akibat beberapa faktor ekonomi yang mempengaruhi kondisi keuangan rumah tangga. Pelemahan daya beli masyarakat ini diantaranya disebabkan karena pengurangan subsidi bidang energi dan tekanan inflasi akibat kenaikan harga-harga barang dan jasa yang meningkatkan beban biaya hidup, terutama kebutuhan pokok seperti makanan, energi, dan transportasi.
Berdasarkan data Survei Konsumen yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) edisi November 2023, rasio konsumsi kelompok dengan pengeluaran di bawah Rp5 juta sebagian besar mengalami penurunan. Penurunan terdalam dicatatkan oleh kelompok pengeluaran Rp 2,1 juta-Rp 3 juta, diikuti kelompok pengeluaran Rp 4,1 juta-Rp 5 juta. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat harus merelakan tabungannya. (*)