Di Depan Hakim MK, Ahli Sebut Jokowi Langgar Konstitusi karena Beri Bansos Sepihak

  • Bagikan
LUGAS DAN TEGAS: Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan saat memberi keterangan sebagai ahli paslon 01 Anies-Gus Imin dalam sidang PHPU Pilpres 2024 di Gedung MK, pada Senin (1/3)

INDOSsatu.co – JAKARTA – Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan, pemberian bantuan sosial (bansos) secara sepihak oleh Presiden Joko Widodo ke masyarakat merupakan bentuk pelanggaran konstitusi dan sejumlah peraturan perundang-undangan.

Ini disampaikan Anthony di hadapan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang sengketa Pemilu Presiden (Pilpres) 2024, Senin (1/4/2024). Anthony hadir sebagai ahli dari pasangan capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

“Pemberian bantuan sosial secara sepihak oleh Presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet 6 November 2023 setelah Undang-undang APBN Nomor 19 Tahun 2023 tentang APBN Tahun Anggaran 2024 diundangkan pada 16 Oktober 2023 tanpa persetujuan DPR dan tidak ditetapkan dengan undang-undang melanggar Pasal 23 Undang-undang Dasar,” kata Anthony dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta.

Menurut Anthony, Pasal 23 UUD 1945 mengamanatkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) wajib ditetapkan undang-undang setelah dibahas bersama DPR dan mendapat persetujuan DPR. Pada Agustus-Oktober 2023, pemerintah dan DPR membahas dan menetapkan UU APBN Tahun 2024. Namun, pada 6 November 2023, Jokowi memutuskan untuk memperpanjang bansos hingga Juni 2024. Padahal, pemberian bansos tahun 2023 semestinya berakhir pada November 2023.

Baca juga :   Paksakan Tapera untuk Rakyat, Anthony: Negara Melanggar UU dan Konstitusi

Selanjutnya, pada Desember 2023, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) atas perintah Kepala Negara melakukan pemblokiran atau penyesuaian anggaran sebesar Rp 50,15 triliun. Diakui oleh Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto pada Februari 2024 bahwa pemblokiran anggaran di sejumlah kementerian/lembaga tersebut buat kepentingan bansos hingga Juni 2024.

“Pemberian bantuan sepihak oleh Presiden Joko Wisoso tanpa persetujuan DPR dan tidak ditetapkan dengan undang-undang juga melanggar Pasal 1 angka (7), Pasal 5 ayat (4), Pasal 11 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,” ujar Anthony.

Bahkan, menurut Anthony, penyimpangan kebijakan APBN 2024 dengan memperpanjang bansos dan tanpa persetujuan DPR serta tanpa ditetapkan dengan undang-undang termasuk kategori tindak pidana korupsi. Ia mengutip Pasal 3 Ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi,

Baca juga :   Intan Jaya Terus Bergejolak, Filep Menduga Konflik Masih Seputar Perebutan SDA

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan dan kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun”.

Anthony menilai, penyimpangan APBN 2024 tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 50,15 triliun. Angka ini sesuai dengan nilai anggaran kementerian/lembaga yang diblokir untuk anggaran bantuan sosial.

“Penyimpangan kebijakan APBN 2024 untuk kepentingan politik yang menguntungkan anak Presiden, Gibran (Gibran Rakabuming Raka, cawapres nomor urut 2), melanggar Pasal 1 angka 5 dan Pasal 5 angka 4 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN,” kata Anthony.

Baca juga :   PMI Manufaktur Sejak Maret 2024 Terjadi Penurunan, Anthony: Biasanya Diikuti PHK

“Pasal 1 angka 5 berbunyi, nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggaraan negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya atau kroninya di atas kepentingan masyarakat bangsa,” lanjutnya.

Adapun gugatan sengketa hasil Pilpres 2024 dimohonkan oleh pasangan capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar; dan pasangan capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Dalam gugatannya ke MK, baik Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama meminta agar pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran didiskualifikasi.

Kedua pihak juga meminta MK membatalkan hasil Pilpres 2024 dan memerintahkan penyelenggaraan pemilu ulang. MK memulai sidang sengketa hasil Pilpres 2024 pada Rabu (27/3/2024). Setelah digelar sidang pembacaan permohonan, persidangan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi dan ahli. (adi/red)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *