INDOSatu.co – MALANG – Hidup manusia itu dikendalikan oleh dua hal. Pertama adalah nafsu dan kedua adalah pikiran. Ketika nafsu dan pikiran tidak dapat ditahan, maka kehidupan seseorang akan hancur. Pernyataan tersebut disampaikan Dr. H Fahruddin Faiz, M.Ag, ahli filsafat dan dosen Fakultas Ushuludin serta Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Fahruddin hadir dan menjadi pembicara pada acara Tabligh Akbar Semarak Ramadhan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada 19 Maret 2024 lalu. Tabligh Akbar itu diikuti seluruh jajaran rektorat, seluruh civitas akademika UMM, termasuk para mahasiswa dari berbagai fakultas di kampus terbesar di Malang tersebut.
Dalam kajian yang bertema ‘Konsep Beramal dan Berjuang untuk Perdamaian dan Kesejahteraan Umat’ itu, ia mengatakan ada tiga penggolongan kategori manusia dalam menjalani kehidupan. Tiga golongan tersebut dibagi menjadi nafsu dari perut ke bawah, nafsu dari dada hingga leher, dan nafsu pada akal.
Pertama adalah nafsu bagian perut kebawah. Ciri orang seperti ini biasanya mencari kesenangan dan kebutuhan ‘enak’ saja. Orang dengan kebutuhan seperti ini hanya mengejar kebutuhan perut ke bawah saja.
“Orang dengan tipe seperti ini biasanya hanya mengejar kesenangan dan kenyamanan. Ketika mereka tidak bisa mengontrol hal tersebut, maka yang ada hanya rasa lelahnya saja,” ucap ahli filsafat kelahiran Mojokerto, Jawa Timur itu.
Golongan kedua adalah kategori manusia yang memiliki nafsu di bagian dada hingga leher. Menurut Imam Ghozali dalam kitab Ihya Ulumuddin, golongan ini biasanya memiliki ambisi yang kuat untuk mengejar cita-cita atau kuasa. Kekurangannya, orang yang memiliki nafsu ini sangat ingin unggul dari orang lain. Mereka akan mengandalkan ambisinya untuk mencapai kedudukan puncak dengan menghalalkan cara apapun.
Golongan ketiga yaitu nafsu yang dipengaruhi akal. Menurut Fahrudin, akal merupakan bagian paling canggih yang Allah SWT ciptakan. Akal memiliki kendali untuk memutuskan benar dan salah.
“Akal itu dapat menjadi kendaraan, jika kendaraan tersebut digunakan untuk hal positif maka akan menjadi positif. Berlaku juga sebaliknya, jika kendaraan tersebut digunakan untuk hal negatif, maka kendaraan terebut menjadi negatif juga,” tambah ahli filsafat yang memiliki jamaah dari berbagai daerah se-Indonesia itu.
Selain itu, Fahrudin juga menjelaskan bahwa level tertinggi menjadi seorang manusia adalah ketika memiliki cinta tanpa syarat. Maksudnya adalah, ketika kita mencintai seseorang, maka kita tidak akan membiarkan perilaku buruk menimpa orang yang kita cintai. Untuk itu, penting agar manusia mengontrol nafsu yang ada pada dirinya.
Ada beberapa cara yang diajarkan oleh Imam Ghozali untuk mengontrol setiap nafsu. Di antaranya, kata Fahrudin, yakni dengan iffah atau menjaga kehormatan untuk menjaga nafsu perut kebawah, sajja’ah atau tidak ikut-ikutan untuk menjaga nafsu dada hingga leher, dan hikmah atau memberi makna pada setiap hal yang dilakukan untuk menjaga nafsu pada akal.
Terakhir, Fahrudin memberi wejangan kepada jamaah terkait tiga kunci utama untuk menjadi manusia yang memiliki kesehatan berpikir demi perdamaian dan kesejahteraan sosial. Tiga tipsnya adalah dengan dengan jihad, mujahadah, dan ijtihad.
“Jihad yaitu dengan kerja keras, ijtihad dengan kerja cerdas, dan mujahadah yaitu bermunajat kepada Allah SWT. Ketika ketiga kunci itu diamalkan, maka Insya Allah akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik bagi dirinya dan orang di sekitarnya,” pungkas Fahrudin. (*)