Dampak UU Captaker Batal Bersyarat, Gatot: Aktivis KAMI Harus Bebas

  • Bagikan
MINTA DIBEBASKAN: Ketua Presidium KAMI meminta pengadilan membebaskan para aktivis KAMI seiiring dibatalkannya UU Cipta Kerja bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi.

INDOSatu.co – JAKARTA – Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Cipta Kerja (Ciptaker), berbagai elemen menyambut gembira, tak terkecuali Ketua Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Gatot Nurmantyo. Mantan Panglima TNI itu menuntut vonis bebas bagi aktivis KAMI seperti Jumhur Hidayat dan Anton Permana. Apalagi, dalam putusannya, MK menilai bahwa UU Cipta Kerja itu inkonstitusional bersyarat karena bertentangan dengan UUD 1945.

“Dengan dikeluarkannya putusan MK ini, pemerintah seharusnya beritikad baik untuk segera menghentikan proses peradilan dan memvonis bebas aktivis KAMI, seperti Jumhur Hidayat dan Anton Permana,” kata Gatot dalam keterangan resminya, Senin (29/11).

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) sebelumnya menjatuhkan vonis 10 bulan penjara kepada aktivis KAMI Jumhur Hidayat. Majelis hakim menilai, Jumhur terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menyiarkan kabar yang tidak lengkap terkait Rancangan Undang-undang Cipta Kerja.

Baca juga :   Tolak Gugatan, Mahkamah Konstitusi Putuskan Tetap Pemilu Proporsional Terbuka

Tak hanya itu, Gatot juga meminta pemerintah untuk merehabilitasi nama dan kehormatan aktivis KAMI lainnya, misalnya Syahganda Nainggolan. Perlakuan serupa juga harus dilakukan pemerintah kepada para korban yang telah ditangkap dan diadili oleh aparat saat demonstrasi terkait UU Cipta Kerja.

Gatot menilai, upaya itu bertujuan agar kewibawaan pemerintah dapat tegak kembali dalam sistem Indonesia yang menganut negara hukum.

Syahganda sempat divonis dan mendekam di penjara selama 10 bulan dan sudah bebas Agustus 2021 lalu. Syahganda dihukum karena cuitannya dinilai menimbulkan keonaran, sehingga berujung pada kericuhan demo Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Baca juga :   Soal Verifikasi Faktual ke MK, Yusril: Idealnya Berlaku bagi Partai Baru

“Selayaknya pemerintah juga merehabilitasi nama dan kehormatan para korban lainnya yang meninggal dunia akibat kekerasan aparat saat berlangsungnya aksi massa memprotes UU Cipta Kerja, atau yang telah ditangkap, diadili dan dipenjarakan oleh negara karena dianggap sebagai penghalang berlakunya UU Cipta Kerja,” pintanya.

Selain itu, Gatot menilai putusan MK soal UU Cipta Kerja menunjukkan berbagai protes, kritik dan masukan dari masyarakat luas terhadap aturan itu benar secara konstitusi.

Karena itu, Gatot menilai, sikap pemerintah yang tidak aspiratif sejak RUU Cipta Kerja belum disahkan sebagai UU sebagai suatu kesalahan.

Menurut Gatot, tanpa ada kritik dan masukan dari masyarakat, maka sama saja dengan kita membiarkan UU yang melanggar konstitusi dan nilai-nilai demokrasi terus dipergunakan.

Baca juga :   Peringati KAA, LaNyalla Ingatkan Pemerintah Belajar dari Kasus Sri Lanka Bangkrut Terjerat Utang

“Partisipasi masyarakat ini harus dipandang sebagai fungsi check and balance yang masih berjalan, bukan sebagai ancaman bagi kekuasaan pemerintah,” kata Gatot.

Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian dari gugatan masyarakat terhadap UU Cipta Kerja. MK memutuskan peraturan itu inkonstitusional jika tidak diperbaiki dalam kurun waktu dua tahun.

Dalam putusannya, MK juga menyatakan UU Cipta Kerja tetap berlaku selama proses perbaikan. Namun, poin lainnya dalam putusan menyebut segala kebijakan yang berdampak luas dari UU itu harus ditangguhkan.

“Jika dalam kurun waktu 2 tahun tidak diperbaiki, maka UU tersebut tidak berlaku permanen,” kata Ketua MK, Anwar Usman dalam membacakan putusan MK belum lama ini. (adi/red)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *