Bedanya Upah Harian Buruh Zaman Kolonial-Hari Ini, Jumhur: Hanya 1 Kilogram Beras

  • Bagikan
PEDULI PEKERJA: Ketua Umum KSPSI, M. Jumhur Hidayat (di podium) saat menyampaikan sambutan dalam Musda III Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan KSPSI di Padang, Sumatera Barat, Sabtu (12-13/3).

INDOSatu.co – PADANG – Perjuangan untuk meningkatkan kesejahteraan buruh tidak boleh kendur karena kesejahteraan pekerja saat ini masih jauh dari harapan. Statemen heroik tersebut dikemukakan Ketua Umum KSPSI, Jumhur Hidayat, saat memberi sambutan pada Musyawarah Daerah III Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan KSPSI di Padang, Sumatera Barat pada, Sabtu (12/03).

Sebagai contoh, Jumhur lalu menjelaskan bahwa saat Pidato Pembelaan di Depan Pengadilan Landraad di Bandung tahun 1930, Bung Karno merasa prihatin karena upah buruh harian saat itu hanya sekitar 45 Sen Gulden. Padahal, kata Jumhur, harga beras saat itu 7 Sen. Ini artinya upah buruh hanya bisa membeli sekitar 6 kilogram beras.

Baca juga :   Kunjungi Pengungsi di Pasaman, AHY Terharu Gendong Anak 3 Tahun Jadi Yatim Piatu

Di Sumatera Barat ini, kata dia, dengan UMP sekitar Rp 2,5 juta per bulan, artinya hanya dapat membeli 7 kilogram beras per harinya. Ini lebih baik bila dibanding dengan UMP di Jawa, yang bahkan masih sama dengan upah zaman kolonial. Saat ini upah pekerja yang dibayar dengan UMP di sebagian besar wilayah di Indonesia hanya mampu membeli sekitar 7-8 kilogram beras saja.

Fakta ini tentu menyedihkan. Karena itu, Jumhur mengimbau para Pengusaha agar jangan serta merta menggunakan alasan aturan baru Omnibus Law, sehingga mengurangi kesejahteraan buruh. “Perjanjian Kerja Bersama yang sudah bagus jangan diturunkan standar kesejahteraannya dengan alasan dibolehkan oleh UU Omnibus Law”, tegas Jumhur dalam rilisnya kepada INDOSatu.co, Minggu (13/3).

Baca juga :   Permintaan Maaf Ketua KPU karena Salah Input, Anthony Khawatir untuk Manipulasi Suara Rakyat

Selain itu, Jumhur menyatakan bahwa instrumen redistribusi yang paling efektif bagi bangsa adalah dengan tidak memberi upah rendah pada buruh. “Buruh kalau dapat upah layak tidak akan disimpan di Singapura, tapi dibelanjakan untuk keperluan sehari-hari, sehingga kegiatan produksi di tanah air juga akan tumbuh”, ungkap Jumhur disambut bersemangat peserta musda.

Dalam kesempatan tersebut, Jumhur juga menjelaskan bahwa pemimpin buruh harus terus bersuara menyampaikan aspirasi anggotanya, yaitu menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja yang sudah dinyatakan Inkonstitisional oleh Mahkamah Konstitusi (MK) itu.

Baca juga :   Kunjungi Korban Bencana Alam di Pasaman Barat, AHY Dijadwalkan Berkemah

Untuk menyemangati gerakan buruh di Sumatera Barat ini, Jumhur mengutip perkataan Bung Hatta; “Hari siang bukan karena ayam berkokok, akan tetapi ayam berkokok karena hari mulai siang. Begitu juga dengan pergerakan rakyat. Pergerakan rakyat timbul bukan karena pemimpin bersuara, tetapi pemimpin bersuara karena ada pergerakan,” kata Jumhur.

Musyawarah Daerah III Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan KSPSI di Padang, Sumatera Barat itu berlangsung dua hari, yakni pada Sabtu-Minggu (12-13/03). (adi/red)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *