INDOSatu.co – JAKARTA – Pidato Kenegaraan Tahunan MPR serta Sidang Bersama DPR dan DPD 2022 Presiden Joko Widodo mengundang apresiasi, tetapi juga diwarnai dengan sejumlah catatan. Salah satu di antaranya terkait dengan prestasi swasembada beras yang disebutkan dicapai semenjak tahun 2019.
Senator DPD RI asal Jawa Tengah, Abdul Kholik adalah salah satu yang mengapresiasi pidato kenegaraan Jokowi, sekaligus memberi sejumlah cacatan tersebut. Idealnya, kata dia, prestasi swasembada tersebut harus diikuti meningkatnya kesejahteraan petani.
”Itu prestasi yang membanggakan di tengah ancaman krisis pangan global. Artinya, Indonesia memiliki ketahanan pangan yang kuat. Tetapi, mengapa swasembada beras itu tidak serta-merta meningkatkan pendapatan petani?,” kata Abdul Kholik dalam keterangannya kepada INDOSatu.co, Senin (16/8).
Dibalik prestasi swasembada beras, kata Kholik, harusnya mengiringi kesejahteraan petani. Sayangnya, yang terjadi di lapangan, para petani masih tertinggal dari kelompok masyarakat lainnya.
‘’Jangan sampai prestasi swasembada beras itu semu adanya. Sepertinya ada prestasi, tapi para petani nasibnya justru masih terpuruk,” kata Kholik.
Kholik bisa merasakan kondisi petani karena ia memang lahir dan besar sebagai anak petani di daerah Cilacap. Menurut dia, meski ada swasembada beras, tetapi setiap kali panen, penghasilan petani juga tidak meningkat.
Sebab, kata Kholik, penghasilan petani yang tidak meningkat itu lantaran harga gabah selalu jatuh di kala musim panen tiba. Padahal, ongkos produksi gabah petani terus meningkat, sehingga keuntungan yang didapat dari hasil pertanian sawah mereka sangat minim.
”Faktor-faktor itu lah yang membuat petani semakin tidak bersemangat bertanam. Akhirnya, profesi petani tidak menarik lagi bagi generasi muda,” beber Senator bergelar doktor tersebut.
Dengan fenomena tersebut, Kholik khawatir ke depan swasembada beras akan tinggal nama, karena generasi muda lebih memilih profesi lain daripada menjadi petani. Karena itu, kata Kholik, perlu dilakukan upaya yang signifikan untuk meningkatkan harga gabah, sehingga membuat petani untung.
‘’Seharusnya penghasilan petani, karena harga gabah yang bagus, bisa mengimbangi pendapat pegawai negeri sipil. Dari situ baru anak muda akan tertarik menjadi petani,” tegasnya.
Diakui atau tidak, lanjut Kholik, kondisi petani sekarang ini seakan mati di lumbung. Berasnya melimpah, tapi pendapatannya sangat rendah. Sehingga, menjadi ironi dan itu tidak boleh terulang di masa mendatang.
”Ini yang saya maksud ironi di tengah prestasi swasembada beras. Jadi, saya berharap ke depan harus ada perhatian masalah ini dari pemerintah. Nilai tukar komoditi beras lebih rendah dibanding nilai tukar komoditi lainnya. Padahal, pahlawan swasembada beras adalah petani. (adi/red)