PEMILU Presiden dan Wakil Presiden, 14 Februari 2024, tinggal hitungan hari. Suhu politik kian panas. Kian dekat hari H, diprediksi akan lebih panas lagi. Hampir tiap hari muncul riak-riak kecil. Beritanya banyak menyebar di media. Terutama, di media sosial. Ada kekerasan, ada ketidakadilan dalam perlakuan, ada tindakan manipulatif, dan sebagainya.
Misal, ada video kekerasan terhadap seorang calon presiden dan pendukung calon. Ada pelarangan pelaksanaan kampanye di beberapa tempat untuk calon tertentu. Ada ketidaknetralan aparat negara. Ada simulasi pemungutan suara Pilpres dengan peraga surat suara hanya berisi dua pasangan calon, dan sebagainya. Itu bikin gaduh di masyarakat.
Anggap saja, untuk sementara ini, kasus-kasus itu dapat dianggap sebagai hal kecil. Remeh temeh. Tetapi, siapa yang bisa menjamin: bahwa besok, atau lusa, atau hari-hari berikutnya muncul kasus yang lebih besar. Misal, berupa kecurangan terkait pencoblosan, ataupun puncaknya nanti kecurangan pada hasil akhir pemungutan suara.
Untuk itu, semua pihak yang mendambakan Pilpres 2024 ini berlangsung luber-jurdil, hendaknya mulai menyiapkan langkah-langkah antisipatif terhadap potensi kecurangan. Misal, menyiapkan tenaga pemantauan yang cukup. Juga, saksi di setiap TPS, PPS, PPK, dan KPUK. Dan, jangan lupa, perangkat teknologi canggih sebagai pendeteksi terhadap model-model kecurangan. Sekecil apapun kecurangan itu.
Menurut saya, sangat mungkin, pertarungan dalam Pilpres 2024 ini lebih seru daripada pemilu sebelumnya. Mengapa?
Pertama, pilpres ini diikuti tiga pasangan calon (paslon). Dua pemilu sebelumnya (2014, dan 2019) hanya diikuti dua paslon. Pilpres 2004 diikuti lima paslon.
Kedua, dalam Pilpres ini ada beberapa parpol dan tokoh yang pada Pilpres 2019 lalu bersatu dalam satu kubu. Kini mereka berseberangan. Dalam Pilpres 2019, Megawati dan Jokowi dalam satu kubu. Kini, keduanya berhadap-hadapan. Bahkan, panas-panasan. Contoh lain, Partai NasDem dan PKB dalam Pilpres 2019 satu barisan dengan PDI-P dan Jokowi. Kini berseberangan dengan mengusung Paslon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) bersama PKS. Itu hanya satu dua contoh. Contoh lain banyak.
Ketiga, tiga paslon dalam Pilpres 2024 ini masing-masing berangkat dari posisi dan motivasi yang sangat berbeda. Termasuk, koalisi partai politik yang mengusung mereka. Ada paslon wajah lama, ada paslon debutan (wajah) baru.
Ibarat artis, Paslon AMIN adalah debutan baru. Baru kali pertama mereka tampil sebagai capres-cawapres. Ini berbeda dengan Prabowo Subianto yang sebelum ini sudah tiga kali ikut pilpres. Dua kali sebagai capres, dan satu kali sebagai cawapres. Paslon Ganjar-Mahfud MD sebenarnya juga debutan baru seperti AMIN. Tapi, bedanya, Ganjar-Mahfud diusung oleh PDI-P yang sudah berkali-kali sebagai pengusung capres-cawapres.
Parpol pengusung Paslon AMIN juga debutan baru. Kita tahu, pasangan AMIN diusung Partai NasDem, PKB, dan PKS dalam Koalisi Perubahan. Dalam Pilpres 2019, NasDem hanya bagian dari koalisi partai pengusung Paslon Jokowi-Ma’ruf Amin. Tapi kali ini, NasDem menjadi inisiator utama pengusung Paslon AMIN bersama PKB dan PKS. Dalam Pilpres 2019, posisi PKB juga ikut koalisi PDI-P dkk. Tapi kali ini, PKB sebagai pengusung penting Paslon AMIN. Tanpa PKB, tentu NasDem dan PKS gagal mengusung paslon.
Nah, sebagai debutan baru, penampilan perdana di panggung Pilpres, tentu sangat wajar, jika Paslon AMIN dan partai pengusungnya sangat ingin menang. Ingin mendapatkan hasil terbaik. Debutan baru biasanya tidak ingin penampilan perdananya mengecewakan penggemarnya. Merasa harus ngotot.
Keempat, ada Paslon Prabowo-Gibran. Wajar jika pasangan ini juga sangat menggebu-gebu untuk bisa menang. Apalagi, Prabowo sudah tiga kali tampil. Dia tentu ingin dalam penampilan yang keempat ini sukses. Apalagi, mengingat usia dia kini sudah 72 tahun. Bagi Prabowo, pilihan dia mungkin hanya satu di antara dua. Now, or Never. Sekarang menang dan jadi presiden, atau tidak selamanya. Itu mengingat usia Prabowo. Saat pemilu lima tahun lagi, usia Prabowo sudah 77 tahun. Makin berat rasanya jika dia akan maju lagi.
Yang juga membuat pasangan Prabowo-Gibran berusaha lebih all out, tentu juga karena faktor Jokowi. Gibran adalah anak kandung Jokowi. Wajar jika Jokowi sangat ingin putranya menang. Apalagi, Jokowi juga sudah bercerai dari Megawati dan PDI-P, partai yang mengantarkan dirinya (Jokowi) menjadi presiden dua periode sebelum ini.
Kelima, ada Paslon nomor urut 3: Ganjar Pranowo-Mahfud MD (Gama). Semangat pasangan GAMA dan PDI-P sebagai pengusung, tentu juga tidak kalah dibanding semangat pasangan AMIN dan PraGi. PDI-P sudah dua kali sukses mengantarkan calonnya sebagai presiden. PDI-P tentu malu jika dalam pemilu ini nanti gagal.
Nah, sebagai rakyat pemilih, tentu berharap Pilpres 2024 ini berlangsung kondusif, aman, luber, dan jurdil. Rakyat berharap Pilpres ini menghasilkan pemimpin terbaik yang mampu membangun bangsa dan negara ini lebih baik lagi. Rakyat tidak ingin Pilpres ini banyak kecurangan, dan pemimpin terpilih mengecewakan. Ayo kita pilih paslon sesuai keyakinan, bukan karena paksaan atau uang. (*)
Mundzar Fahman;
Penulis adalah mantan wartawan Jawa Pos, Surabaya.