INDOSatu.co – BOJONEGORO – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Angling Dharma menggelar aksi demo, Rabu (17/11) pagi. LSM tersebut mengkritisi anggaran lauk pauk untuk Bupati Bojonegoro sebesar Rp 76,8 juta per bulan itu dianggapnya terlalu jumbo.
Karena besarnya anggaran tersebut, LSM Angling Dharma meluruk dan mempertanyakan masalah itu ke gedung DPRD setempat.
Dalam orasinya, Ketua LSM Angling Dharma mengatakan bahwa anggaran lauk pauk untuk bupati tersebut dianggap tidak wajar. Apalagi jika dikaitkan dengan kondisi sekarang yang lagi pandemi ini.
“Sekarang ini ekonomi lagi sulit karena pandemi. Tidak pantas DPRD meloloskan anggaran lauk pauk sebesar itu. Ini jelas kontra produktif dengan kondisi masyarakat yang lagi susah,” kata Nasir.
Selain lauk pauk, Nasir menyoroti adanya tambahan belanja lainnya di luar ketentuan Peraturan Bupati (Perbup) seperti pengganti sembako, penyediaan LPG, dan penyediaan makanan dan minuman (mamin) di rumah dinas yang nilainya bervariasi, antara Rp 3 juta-Rp 13 juta per bulan.
Nasir mengatakan, seharusnya Bupati Bojonegoro lebih peka dan prihatin terhadap kondisi rakyat yang terpuruk akibat pandemi Covid-19 yang tidak kunjung selesai ini.
“Kita datang ke sini (kantor DPRD, Red) untuk mempertanyakan anggaran belanja rumah dinas bupati yang gede ini. Sebab, ini telah menjadi opini publik seolah-olah DPRD obral anggaran di tengah pandemi ini. Masyarakat baru tahu, ternyata anggaran belanja lauk pauk bupati segede ini. Menurut kami ini terlalu besar dan memprihatinkan,” tambah Nasir.
Kedatangan LSM Angling Dharma ke kantor DPRD Bojonegoro diterima Wakil Ketua DPRD Bojonegoro, Sukur Priyanto. Menurut Sukur, anggaran belanja lauk pauk untuk bupati sebesar Rp 76.8 juta per bulan dinilai masih wajar. “Masih wajar kalau anggaran sebesar itu,” kata Sukur.
Sukur menilai, sudah selayaknya orang nomor satu di Kabupaten Bojoegoro ini mendapatkan anggaran belanja lauk pauk sebesar itu. Sebab, hampir bisa dipastikan, setiap hari rumah dinas bupati selalu ramai dikunjungi tamu, baik tamu dari dalam kota Bojonegoro maupun luar Bojonegoro. “Khan juga mungkin ada tamu yang dijamu makan siang, malam, dan lain sebagainya,” kata Sukur.
Meski demikian, Sukur meminta kepada Pemkab Bojonegoro agar lebih terbuka dalam menginformasikan anggaran tersebut ke publik. “Saya pikir anggaran sebesar itu sebenarnya masih wajar,” kata dia.
Sukur lalu menganalogikan para tamu yang datang ke rumah dinas bupati. Selain dijamu makan, tidak mungkin tamu yang datang ke rumah dinas bupati hanya disuguhi air putih. Pasti ada makanan ringan pendamping dan sebagainya.
“Meski begitu, sekali lagi, saya meminta Pemkab harus terbuka soal anggaran ini, karena hal ini sudah menjadi opini publik,” tegas Sukur. (*)