INDOSatu.co – JAKARTA – Koalisi Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dalam Pilpres 2024 kian dekat saja. Hal itu dibuktikan dengan makin intensnya dua elite parpol itu bertemu. Tujuannya tentu untuk mematangkan koalisi.
Bukan hanya itu. Duet dua ketum parpol tersebut, yaitu Prabowo Subianto-Muhaimin Iskandar alias Cak Imin juga bakal menjadi kenyataan. Jika benar koalisi itu terbentuk, Pilpres 2024 mendatang dipastikan akan lebih dari tiga pasang.
“Arah koalisi antar partai memang sudah terlihat secara kasat mata. Hanya saja, sampai sekarang belum jelas siapa yang bakal diusung,’’ kata Direktur Rumah Politik Indonesia (RPI), Fernando Emas kepada INDOSatu.co
Misalnya, kata Fernando, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang digalang Golkar, PAN dan PPP dipastikan sudah menggadang-gadang calonnya. Begitu juga poros koalisi NasDem, Partai Demokrat dan PKS. Sementara itu, PDIP tidak akan bingung mencari partner koalisi karena partai moncong putih itu sudah bisa mencalonkan pasangan capres dan cawapres.
“Jadi, semuanya masih mencair, meski sudah mulai kelihatan sosok para calon yang akan dusung dalam beberapa koalisi partai-partai tersebut,’’ kata Fernando.
Sementara itu, Adi Prayitno, pengamat politik lainnya mengungkapkan bahwa bisa saja koalisi Gerindra-PKB itu terbentuk. Dan kolaborasi kedua partai itu sudah cukup untuk mengantar pasangan capres dan cawapres.
‘’Tetapi, saya membayangkan koalisi ini butuh kerja keras karena ada nama-nama besar yang akan dilawan seperti Pak Anies, Pak Ganjar Pranowo yang memang dalam lembaga survei masuk 3 besar,” kata Adi dalam siaran salah satu tv terkemuka yang dikutip INDOSatu.co, Ahad, 3 Juli 2022.
Menurut Adi, tak ada bakal capres yang dominan dalam elektabilitas. Meski Prabowo masuk bakal capres dengan elektabilitas tinggi dalam sejumlah lembaga survei. Bagi Adi, variabel cawapres mesti diperhitungkan Prabowo dan Gerindra andai berkoalisi dengan PKB.
‘’Cawapres ini bukan hanya sebatas pelengkap dan penderita. Tapi, dia memberikan insentif elektoral supaya suara Prabowo itu naik,” jelas Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia tersebut.
Pun, dia menganalisa menurut simulasi survei yang dilakukan, Prabowo mesti memilih cawapres dengan elektabilitas yang signifikan. Jika cawapres dengan elektabilitas rendah yang dipilih, maka Prabowo akan jeblok.
“Itu pasangan Prabowo Subianto yang elektabilitas rendah, tidak signifikan, bukan naik suara Prabowo Subianto tapi dia justru turun,” tuturnya,
Adi juga juga menyampaikan kans Cak Imin untuk jadi cawapresnya Prabowo. Dalam survei, elektabilitas Cak Imin memang masih rendah. Namun, berbeda jika untuk elektabilitas parpol, PKB punya angka bagus.
“PKB kan lumayan kuat secara kepertaian 9,6 persen, tapi belum dikonversi menjadi suara Muhaimin sebagai capres atau cawapres,” jelas Adi.
Menurut dia, dengan data itu, memperlihatkan basis pemilih PKB tidak otomatis mendukung Cak Imin untuk 2024. Namun, masih ada waktu kurang dari dua tahun, agar elite PKB bisa mengkonversi suara PKB ikut mengerek elektabilitas Cak Imin.
“Artinya apa? Prabowo Subianto yang saat ini 20 persen, Muhaimin Iskandar misalnya jadi 9,6 persen karena mendapat insentif dari suara PKB, kan lumayan disandingkan untuk Pilpres 2024 mendatang. Jadi, sangat ideal dan juga sangat menarik pasangan Pak Prabowo dan Cak Imin itu,” ujar Adi. (adi/mad)