Libatkan Emak-Emak, LPK Griyojokoyo Bisa Hasilkan 2 Ton Pupuk Organik

  • Bagikan
KOLABORASI: Darwati (kiri) bersama rekan kerjanya sedang memamerkan arang sekam yang diproduksi Bank Sampah Mawar. Per minggunya, mereka mampu memproduksi 175 kilogram.

INDOSatu.co – BOJONEGORO – Berawal dari kepedulian terhadap lingkungan serta keprihatinan melimpahnya limbah dan sampah, warga Dusun Kedungdowo RT 2/RW 1 Desa Kedungdowo, Kecamatan Balen, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, kini menuai hasilnya.

Melalui kerjasama dan koordinasi yang baik, mereka berhasil mengolah limbah peternakan menjadi pupuk organik. Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Griyojokoyo yang dikembangkan Abdul Mukarom, 52, kini berhasil mengolah limbah kotoran sapi, kambing, kulit buah, dan berambut padi menjadi pupuk organik yang dipasarkan di berbagai tempat.

Mbah Dul, sapaan akrab Abdul Mukarom bekerja sama dengan Bank Sampah Mawar yang diketuai oleh Darwati, 47, merengkuh hasil yang tidak kecil. Sayangnya, dia enggan menjelaskan secara rinci penghasilan dari kegiatan yang ditekuni tersebut.

Baca juga :   Dibatasi PPKM, Puluhan Pekerja Seni Tuban Luruk Pemkab

Saat ditemui di rumahnya, Mbah Dul menjelaskan, pembuatan pupuk organik melalui proses fermentasi tersebut diakuinya memakan waktu cukup lama. Untuk menjadi pupuk organik, kata dia, kotoran sapi dan kambing dicampur dengan arang sekam dan difermentasi dengan mengunakan EM4 dan EM5 selama tiga minggu. Sedangkan untuk pupuk organik cair, kata dia, kulit buah dan air leri (air cucian beras) difermentasi mengunakan EM4 dan EM5 membutuhkan waktu selama dua minggu.

Dalam setiap produksi, kata Mbah Dul, LPK Griyojokoyo mempekerjakan 20 orang, yang sebagian besar ibu-ibu rumah tangga. Mereka berhasil mengolah 2 ton pupuk organik padat dan 10 liter organik cair yang siap pakai. Untuk pemasarannya, LPK Griyojokoyo bekerja sama dengan komunitas perkebunan pisang Cavendish yang ada di wilayah Bojonegoro. Mbah Dul juga melayani dari beberapa tempat yang membutuhkan pupuk organik yang diproduksinya itu.

Baca juga :   Korban Puting Beliung, Dikunjungi Bupati, Warga Dibantu Sembako, Perbaikan Rumah per Desa Rp 30 Juta

Hasil produksi pupuk organik tersebut digunakan untuk memupuk pohon pisang Cavendish. Satu karung pupuk organik padat isi 25 kilogram dihargai Rp 25 ribu. ‘’Harganya memang segitu. Alhamdulillah sampai sekarang sudah banyak yang memesan,’’ kata Mbah Dul.

Banyaknya limbah kotoran sapi dan kambing di desanya membuat Mbah Dul berinisiatif untuk memanfaatkan, sehingga bernilai guna. Di Desa Kedungdowo, kata dia, ada sekitar 300 ekor sapi, namun baru 100 ekor sapi yang limbahnya bisa diserap untuk memproduksi pupuk organik tersebut. Sebab, diakuinya daya tampung dan tempat produksi miliknya memang masih belum begitu besar.

Baca juga :   Sambil Vaksin, Warga 6 Desa di Kecamatan Kota Cairkan Dana BPNT

Sementara arang sekamnya diproduksi oleh Bank Sampah Mawar yang dikelola kelompok ibu-ibu dusun setempat. Darwati, 47, selaku ketua Bank Sampah Mawar menjelaskan, arang sekam dibuat dari berambut padi yang dikumpulkan warga sekitar yang dibakar selama 4 jam. Setelah itu, kata dia, disiram air dan dibiarkan dingin, baru dikemas.

Darwati dan teman-temannya setiap minggunya berhasil memproduksi 175 kilogram. Di setiap kemasan arang sekam 2,5 kilogram dihargai Rp 5 ribu oleh LPK Griyojokoyo untuk diolah lagi menjadi pupuk organik. Hasil penjualannya mereka pakai untuk produksi lagi dan sebagian masuk kas Bank Sampah Mawar. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *