JEGER! Kasus oplosan Pertamax di Pertamina terbongkar. Kerugian negara hampir Rp 1000 triliun. Sepertiga APBN. Dahsyat. Mega dan skandal korupsi yang luar biasa. Susah ditandingi. Perampokan besar-besaran. Rakyat ditipu habis.
Rakyat marah. SPBU Pertamina diboikot. Sepi pembeli. Rakyat tak percaya lagi. Sebagian besar beli bahan bakar ke tempat lain. Tidak lagi mau ke Pertamina. Takut oplosan.
Jadi ingat Jokowi. Kasus oplosan terjadi di era presiden Jokowi, yakni 2018-2023. Saat itu, komutnya adalah Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang menjabat pada 25 Nopember 2019-2 Pebruari 2024.). Orang terdekat dan kepercayaan Jokowi.
Ingat oplosan, ingat Jokowi. Ingat oplosan, ingat Ahok. Oplosan yang sedang ramai dibicarakan publik adalah oplosan Pertamax. Pertamax RON (Research Octane Number) 92 dioplos Pertamax RON 90. Harga jualnya Pertamax 92. Rakyat bayar Pertamax 92. Padahal itu oplosan. Kacau!
Gak tanggung-tanggung. Kasus oplosan terjadi dari tahun 2018 hingga 2023. Enam tahun. Sangat lama. Nipunya lama. Ngerampok uang rakyat juga lama. Dilihat dari tahun ini kita bisa membuat beberapa kesimpulan.
Pertama, kasus ini ada di era Jokowi. Akhir periode pertama hingga akhir periode kedua. Saat itu, komut pertamina adalah Ahok (25 Nopember 2019-2 Pebruari 2024). Apakah Ahok terlibat? Tentu akan kita lihat proses hukumnya. Apakah Ahok tahu, tergantung kejaksaan. Kalau kejaksaan panggil Ahok, maka akan terang benderang apakah Ahok tahu atau tidak. Terlibat atau tidak.
Kedua, pada 2018 adalah tahun jelang pemilu 2019. Dan tahun 2023 juga jelang pemilu 2024. Apakah perampokan dengan modus oplosan Pertamax ini ada kaitannya dengan penyediaan logistik buat capres dari penguasa? Tentu perlu pendalaman. Dan pendalamannya tidak bisa hanya lewat hukum, tapi juga harus ada pressure politik dan pressure publik.
Ketiga, pembongkaran kasus oplosan Pertamax ini hampir tidak mungkin terjadi tanpa izin, atau minimal sepengetahuan presiden Prabowo, kata Mahfud MD. Ini kasus besar dan melibatkan keluarga saudagar kelas wahid di perminyakan.
Di Indonesia, hanya satu saudagar yang punya mesin oplosan, kata Dahlan Iskan. Apakah oplosan ini dilakukan di Indonesia? Kalau iya, berarti bisa ditebak dimana ngoplosnya. Apalagi, salah satu anak dari pemilik mesin oplosan itu sudah jadi tersangka. Maka wajar jika publik menduga bahwa oplosan terjadi di dalam negeri.
Keempat, kenapa yang mengungkap kasus oplosan itu kejaksaan? Oplosan pertamax ini kasus kakap yang merugikan negara hampir Rp 1000 ttrilum. Kenapa ditangani kejaksaan, bukan disidik oleh KPK?
Publik sudah “tidak atau miinimal kurang percaya” kepada KPK. Terutama setelah revisi UU KPK. Juga setelah ketua KPK, Firli Bahuri jadi tersangka pemerasan.
Pimpinan KPK hari ini juga hasil pansel yang dibentuk Jokowi. Hanya Jokowi yang dua kali membentuk pansel calon pimpinan KPK. Kenapa dua kali? Apa itu tidak melanggar UU? Biarlah ahli hukum yang menjawabnya.
Yang pasti, di era Prabowo, kejaksaan sepertinya lebih bisa diandalkan untuk menangani kasus-kasus kakap. Terutama kasus kakap yang terjadi di era Jokowi.
Informasi yang beredar, banyak penyidik kejaksaan adalah eks penyidik KPK. Maksudnya, KPK yang lama. KPK produk UU sebelum revisi. KPK sebelum ada pengusiran 70-an orang bersih melalui seleksi pegawai ala TWK (Tes Wawasan Kebangsaan).
Eks penyidik KPK di antaranya adalah pegawai kejaksaan yang sudah balik ke institusi asal. Mereka bisa diandalkan. Diandalkan untuk mengungkap berbagai kasus besar, termasuk kasus oplosan Pertamax yang terjadi selama enam tahun di era pemerintahan Jokowi.
Tony Rosyid;
Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.