INDOSatu.co – JAKARTA – Kawal Pemilu dan Demokrasi (KPD) menilai, koalisi permanen yang diwacanakan Presiden Prabowo Subianto berpotensi merugikan demokrasi karena akan terjadi ketidakseimbangan kekuatan politik. Dampaknya, kebijakan pemerintah bisa berjalan tanpa kontrol efektif.
“Koalisi permanen dapat menciptakan monopoli kekuasaan, dimana partai-partai terpaksa ikut dalam koalisi besar. Padadal, demokrasi yang sehat memerlukan persaingan ide dan gagasan antar partai,” kata Koordinator KPD Miftahul Arifin, dalam keterangan resminya kepada wartawan Sabtu (15/2).
Menurutnya, jika dalam demokrasi ada satu kelompok yang terlalu dominan, ini berpotensi terjadi pengendalian sistem politik yang tidak sehat. Di sini sistem multipartai menjadi tidak relevan, karena yang berkuasa hanya satu kelompok besar.
“Demokrasinya mengarah ke demokrasi prosedural bukan subtansial, pemilu tetap diadakan, tetapi tidak ada persaingan politik yang berarti. Dan pemilu hanya menjadi formalitas saja,” jelasnya.
Lanjut dia, koalisi permanen bisa membuat demokrasi kehilangan makna, karena tidak ada kompetisi politik. Rakyat akan kehilangan alternatif pilihan dalam pemilu.
“Padahal dalam demokrasi rakyat harus lebih disuguhkan berbagai macam alternatif pilihan. Pemilu harus memberikan pilihan yang kompetitif kepada rakyat,” ujarnya.
Diketahui, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto meminta partai-partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus untuk terus kompak sampai 2029. Presiden Indonesia ini pun menawarkan KIM plus menjadi koalisi permanen.
Hal itu disampaikan Prabowo dalam kegiatan silaturahmi bersama para ketua umum partai KIM plus di kediaman Prabowo di Hambalang, Jawa Barat, Jumat, 14 Februari 2025. (*)