INDOSatu.co – JAKARTA – Kurs rupiah terhadap terus terdegradasi. Bahkan, pada Kamis (19/12) sekitar pukul 15:24 WIB atau 08:24 UTC (Universal Coordinated Time), kurs rupiah tembus Rp 16.422 per dolar AS.
Penurunan kurs rupiah kemarin tergolong cukup tajam. Hal itu juga menjadi pertanda bahwa Bank Indonesia semakin tidak berdaya. Tanda bahwa ekonomi Indonesia dalam kondisi semakin memprihatinkan.
Melemahnya rupiah terhadap Dolar AS tersebut tak luput dari perhatian dari Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan. Pakar Ekonomi senior itu mengaku prihatin rupiah yang terus terpuruk.
Bank Indonesia, kata Anthony, nampaknya kehabisan “peluru” (devisa) untuk intervensi kurs rupiah. Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan nampaknya sulit meredam defisit aliran dolar keluar dari Indonesia.
”Tambahan utang luar negeri juga semakin tersendat,” kata Anthony kepada INDOSatu.co, Jumat (20/12).
Ironisnya, investor portfolio dan hot money keluar dari pasar saham dan pasar obligasi. Indeks harga saham gabungan (IHSG) anjlok 1,84 persen.
”Kalau kondisi seperti ini berlanjut, rupiah akan terus tergerus. Bukan tidak mungkin, dalam waktu dekat rupiah akan tembus Rp 17.000 per dolar AS,” kata Doktor alumni Erasmus University, Rotterdam, Belanda, itu.
Kalau itu yang terjadi, kata Anthony, tekanan terhadap rupiah akan semakin berat. Jangan sampai tekanan ini menjadi bola salju, memicu panik di dunia usaha, memicu gagal bayar utang luar negeri, yang bisa menjadi pangkal pokok krisis moneter.
Untuk mengatasi hal tersebut, ungkap Anthony, Bank Indonesia berpotensi menaikkan suku bunga acuan untuk menahan capital outflow. Dalam hal ini, kata dia, ekonomi akan tertekan dalam dua sisi. Tekanan suku bunga dan tekanan kurs rupiah yang semakin melemah.
Di lain sisi, kata Anthony, kepercayaan investor terhadap masa depan ekonomi Indonesia semakin menipis. Kenaikan PPN menjadi 12 persen, di tengah ekonomi sedang meredup, daya beli sedang melemah, memperburuk prospek ekonomi 2025.
”Ekonomi Indonesia dalam kondisi sedang tidak baik-baik saja-. Serba sulit. Investor akan terus mengawasi respons kebijakan pemerintah: siap mendukung dan siap menghukum,” pungkas Anthony. (*)