Respon Wacana Pilkada Dipilih DPRD dari Presiden, Pakar Pemilu: Langgar Putusan MK

  • Bagikan
TIDAK RELEVAN: Pakar Kepemiluan dari Univeritas Indonesia (UI), Titi Anggraini menyikapi pernyataan Presiden soal Pilkada dipilih oleh DPRD.

INDOSatu.co – JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto yang mewacanakan Pilkada dipilih DPRD menuai reaksi dari pengamat politik. Salah satunya Pakar Kepemiluan dari Univeritas Indonesia (UI), Titi Anggraini.

Menurut mengatakan, pemilihan kepala daerah tanpa melalui proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) melainkan di meja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tidak sesuai dengan peraturan Mahkamah Konstitusi.

Titi mengemukakan bahwa, MK sudah menetapkan Putusan Nomor 55/PUU-XXII/2019, yaitu pembentuk undang-undang harus mempertimbangkan dampak perubahan mekanisme pemilihan langsung terhadap kestabilan demokrasi dan kepercayaan masyarakat.

Terkait pelaksanaannya, Titi mengatakan bahwa putusan tersebut berakibat terlaksananya Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pilkada yang sudah berlangsung pada tahun 2024 ini.

Baca juga :   Mu'ti Pastikan Ketiga Capres-Cawapres Bersedia Ikut Dialog Publik oleh PP Muhammadiyah

“Dan itu diperkokoh lagi oleh MK lewat Putusan Nomor 85/PUU-XX/2022. MK menyatakan pilkada adalah pemilu yang harus dijalankan sesuai asas pemilu luber jurdil,” terang Titi dalam diskusi publik bertajuk Pikada 2024: Apatisme atau Normalisasi? di Komunitas Utan Kayu, Jakarta, Jumat (13/12).

“Makanya kita sudahi perdebatan untuk sesuatu yang isu konstitusionalitasnya sudah terang benederang seperti matahari di siang bolong,” tambahnya.

Lebih lanjut, Titi meminta pemerintah tidak boleh lupa bahwa adanya pemerintah karena ada kontrak sosial dengan masyarakatnya. Ia mengingatkan, pemerintah bukan tiba-tiba ada dan berkuasa, tapi karena mendapatkan mandat itu dari warganya, dari masyarakatnya.

Baca juga :   Pasca Putusan PTUN, Jumhur: Gubernur DKI Segera Tetapkan UMP 2022 yang Baru

“Itulah yang disebut banyak teori yang sederhana, yakni kontrak sosial. Bahkan, Jean-Jacques Rousseau mengatakan kontrak sosial itu bisa saja diingkari oleh hukum kalau ternyata pemerintah yang dikasih mandat tidak memenuhi hak-hak dasar dan tidak lagi menjalankan mandat dari warganya dan itu kemudian menjadi cikal bakal Civil disobedience atau pembangkangan sipil itu,” jelasnya.

“Boleh kok melakukan pembangkangan kalau kemudian yang dikasih mandat itu tidak lagi menjalankan mandat, jadi kekuasaan, pemerintah yang mereka miliki bukan datang tiba-tiba,” pungkasnya.

Diketahui, wacana itu muncul karena Presiden Prabowo Subianto menyebut Pilkada selalui berbiaya tinggi. Hal itu dikatakannya saat acara HUT ke-60 Partai Golkar, Kamis (12/12) malam.

Baca juga :   Jaksa Agung Berhentikan Tidak Hormat Pinangki

“Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien, Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih, ya sudah DPRD itulah yang milih gubernur, milih bupati,” katanya.

Prabowo juga menyatakan uang anggaran untuk Pilkada itu bisa digunakan untuk hal lain yang lebih penting bagi masyarakat. Ia pun juga meminta harus ada perbaikan sistem yang harus dibenahi bersama.

“Ini sebetulnya begitu banyak ketum parpol di sini. Sebenarnya kita bisa putuskan malam ini juga, gimana?,” tanya Prabowo. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *