PUSAD UMSurabaya: 54,8 Persen Pemilih Terima Duit, Tapi Tidak Memilih Calon Pemberi

  • Bagikan
SIASAT PEMILIH: Radius Setiyawan, dua dari kanan) saat menyampaikan hasil survei yang dilakukan PUSAD UMSurabaya menjelang Pilkada Sertentak di Jawa Timur 2024.

INDOSatu.co – SURABAYA – Hati-hati bermain money politics (politik uang) dalam pilkada. Jika salah memanage, ruginya bisa bertumpuk-tumpuk. Sudah keluar duit, tapi tidak dipilih. Pusat Studi Anti Korupsi dan Demokrasi (PUSAD) Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya) menguatkan temuan itu.

PUSAD UMSurabaya kembali merilis hasil survei terkait tingkat permisifitas politik uang dan membaca pola klientelisme di Jawa Timur menjelang Pilkada 2024. Dan hasilnya sangat mengejutkan. Betapa tidak, dalam hasil surveinya, meski diberi uang, pemilih tersebut belum tentu memilih yang memberi duit.

Radius Setiyawan, Peneliti Utama PUSAD UMSurabaya mengatakan, hasil survei itu 38,3 persen masyarakat Jawa Timur menganggap wajar politik uang. Dalam survei tersebut, juga ditemukan 9 kabupaten/kota permisif politik uang di Jawa Timur, yaitu: (1). Kabupaten Ponorogo 7,5 persen; (2). Kabupaten Sampang 5,30 persen; (3). Kabupaten Bangkalan 4,40 persen; (4). Kabupaten Pamekasan 4,32 persen; (5). Kabupaten Sumenep 4,30 persen; (6). Kota Malang 4,12 persen; (7). Kabupaten Lumajang 4,00 persen; (8). Kabupaten Lamongan 3,45 persen, dan; (9). Kabupaten Jember 3,30 persen.

Baca juga :   Resmi Jadi Dosen Unair, Yuhronur Siap Padukan Pengalaman dan Ilmu Kampus

“Hanya 5,9 persen masyarakat yang menolak menerima uang. Sementara 54,8 persen masyarakat menerima uang tapi tidak memilih yang memberi uang dan 35,9 persen masyarakat menerima uang tersebut dan memilih calon yang memberikan uang,” ujar Radius.

Selanjutnya, dalam hasil survei tersebut besaran nominal yang diharapkan masyarakat adalah Rp 100.000 dengan presentasi tertinggi, yakni 35,2 persen.

Radius menjelaskan, bahwa teknik pengambilan sampel memakai multistage random sampling. Dimana, lokasi diambil di semua kabupaten/kota di Jawa Timur, sebanyak 38 Kabupaten/Kota. Kemudian, masing-masing Kabupaten dan Kota diambil di tingkat kecamatan untuk dijadikan sample penelitian. Sampel tiap kecamatan dibagi secara proporsional berdasarkan jumlah pemilih di tiap kecamatan dan kelurahan yang dijadikan lokasi penelitian.

Baca juga :   Mengejutkan, Sebesar 33 Persen Pemilih Muda di Jawa Timur Tolak Politik Dinasti

“Dengan jumlah sampel sebanyak 1065 responden tersebar secara proporsional di 38 kabupaten dan kota. Margin tingkat toleransi (standart of error/d ) 3 persen dengan tingkat kepercayaan adalah 95 persen,” kata Radius lagi.

Sementara, proses wawancara dilakukan On Call dengan responden menggunakan kuesioner oleh enumerator. Periode survei dilakukan 1-15 Oktober 2024.

Sementara itu, Direktur PUSAD UMSurabaya Satria Unggul Wicaksana mengatakan, politik uang menjadi problematika serius menuju Pilkada 2024. Menurutnya, ada berbagai macam jenis dan sebutan (sedekah politik, serangan fajar, dsb) elektoral akan ditentukan dengan sangat presisi oleh masing-masing pasangan calon.

“Selain politik uang yang dilakukan secara konvensional, terdapat model politik uang dalam bentuk penyaluran bantuan sosial dan obral perizinan yang dilakukan oleh calon petahana yang kami masih kategorikan sebagai praktik dari politik uang,”kata Satria.

Baca juga :   Khofifah Tak Terbendung, Thoriqul: PKB Siap Usung, Rekomendasi Tinggal Tunggu Waktu

Menurutnya, berdasarkan hasil surveinya pola potensi money politics pemilih muda di Jawa Timur dalam beragam bentuk seperti;  (trading of influence) atau menjanjikan jabatan-jabatan tertentu setelah calon terpilih. Uang Tunai (Cash Money) model pemberian dilakukan dengan diserahkan penuh atau bertahap dengan jaminan calon harus terpilih. Pemberian kebutuhan pokok sehari-hari seperti, minyak goreng, deterjen, mie instan, dll.

“Ada juga dalam bentuk infrastruktur, yakni pemberian bantuan berupa pavingisasi, jembatan, sirtu, ada juga pemberian paket wisata kepada kelompok, paguyuban, dan hal sejenis,”pungkasnya.

Dalam diskusi yang digelar secara terbuka di gedung teater UMSurabaya tersebut dihadiri oleh beberapa tokoh diantaranya: Satria Unggul Wicaksana (Direktur PUSAD UMSurabaya), Titi Anggraini (Dosen FH Universitas Indonesia), Choirul Umam (Komisioner KPU Jatim), Radius Setiyawan (Peneliti Utama PUSAD UMSurabaya) dan Peneliti Utama PUSAD UMSurabaya, Arin Setyowati. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *