INDOSatu.co – JAKARTA – Keran ekspor pasir baru dibuka di era Presiden setelah 20 tahun dilarang, kini ramai-ramai dikritisi banyak kalangan. Setelah lintas fraksi yang kencang meminta agar ekspor pasir dibatalkan. kini giliran anggota Fraksi Gerindra DPR RI, Ahmad Muzani juga meminta agar pemerintah tidak gegabah membuka ekspor pasir laut.
Muzani mengatakan, mumpung belum kebablasan, pria yang juga Sektretaris Jenderal DPP Gerindra itu menyarankan dan meminta meminta lebih baik pemerintah mengkaji secara mendalam sebelum mengeksekusi kebijakan ekspor pasir laut tersebut.
“Ya saya mengusulkan kalau bisa rencana ekspor pasir laut, ditunda dulu,” ujar Muzani kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (21/9).
Muzani menyampaikan, jangan sampai kebijakan yang diambil pemerintah soal ekspor pasir laut malah membawa banyak kerugian untuk masyarakat. Muzani pun meminta agar pemerintah mempertimbangkan secara matang sebelum mengambil langkah.
“Ketika madaratnya lebih besar dari pendapatan perekonomian yang kita dapatkan, tentu saja itu adalah sebuah kegiatan yang akan menjadi beban bagi kehidupan kita berikutnya. Tetapi, jika ternyata manfaatnya lebih besar, nanti itu untuk dipikirkan lebih lanjut,” tukas Muzani.
Menurut dia, lebih baik pemerintah mendengarkan lebih dulu masukan dari para aktivis lingkungan. Jangan sampai, ungkap Muzani, keuntungan ekonomi justru membawa kerusakan besar pada lingkungan hidup.
“Untuk kita perhatikan, bahwa kita akan menghadapi sebuah perubahan dan masalah ekologi laut yang cukup serius ke depan kalau kegiatan ini dilanjutkan: Meskipun dari sisi perekonomian, juga kita akan mendapatkan faedah dan ini nilai tertentu,” imbuh Muzani.
Diketahui, pemerintah telah resmi membuka keran ekspor pasir laut setelah Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024 dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024.
Dua aturan itu adalah turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, yang diteken Presiden Joko Widodo pada Mei 2023. (*)