INDOSatu.co – JAKARTA – Anggota Pansus Angket Haji DPR RI, Wisnu Wijaya, membantah klaim Kementerian Agama dan Komnas Haji yang menyatakan bahwa pembagian rata kuota haji tambahan sah dilakukan karena menjadi kewenangan Menteri Agama sesuai dengan Undang-undang. Wisnu mengatakan klaim tersebut bias akibat penafsiran yang keliru.
“Berdasarkan kesimpulan rapat Panja BPIH pada 27 November 2023, telah ditetapkan bahwa kuota haji Indonesia untuk tahun 1445 H/2024 M, yaitu sebanyak 241.000, dengan rincian 221.720 jemaah reguler dan 19.280 jemaah haji khusus,” jelas Wisnu dalam keterangannya kepada wartawan, Ahad (8/9).
Wisnu mengungkapkan, kuota haji Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri Agama seharusnya adalah sejumlah 241.000 sesuai dengan kesimpulan rapat Panja BPIH pada 27 November 2023 dan Keppres BPIH 1445 H/2024 M. Bukan, dibuat seolah kuota haji Indonesia 221.000 plus kuota tambahan 20.000.
“Betul, bahwa dalam Pasal 9 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 soal Penyelenggaraan Haji dan Umrah menyebut dalam hal terdapat penambahan kuota haji Indonesia setelah Menteri menetapkan kuota haji Indonesia, Menteri menetapkan kuota haji tambahan. Masalahnya, bila mengacu pada kesimpulan rapat Panja BPIH pada 27 November 2023 dan Keppres BPIH 1445H/2024, tidak ada namanya kuota haji tambahan,” terangnya.
Hal itu dikarenakan, lanjut Wisnu, asumsi kuota haji tambahan sebanyak 20 ribu itu sudah dimasukkan dalam kuota haji Indonesia 1445 H/2024 M, yaitu sebanyak 241.000 sebagaimana tercantum dalam kesimpulan rapat antara Komisi VIII DPR dengan Menteri Agama pada 27 November 2023 yang kemudian dibuatkan Keppres-nya pada 9 Januari 2024, yakni Keppres Nomor 6 Tahun 2024 tentang BPIH.
“Artinya, pembagian kuota haji tambahan menjadi masing-masing 10 ribu untuk haji reguler dan khusus lewat Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 130 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan Tahun 1445 H/2024 M yang diterbitkan pada 15 Januari 2024 jadi tidak sah, alias ilegal karena tidak ada dasar hukumnya,” bebernya.
Anggota Komisi VIII DPR itu mengungkapkan, akibat dari terbitnya KMA soal kuota haji tambahan adalah penetapan proporsi kuota haji khusus yang tidak sesuai dengan ketentuan di Pasal 64 Undang-undang No. 8 Tahun 2019 soal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, yakni melebihi 8 persen.
“Hal ini yang menguatkan bukti bahwa Menteri Agama melanggar undang-undang. Ditambah dengan fakta bahwa usulan pembagian rata 50:50 itu justru datang dari Kementerian Agama, bukan dari otoritas Saudi, sebagaimana diakui oleh pejabat Kementerian Agama yang telah dipanggil oleh pansus sebagai saksi,” pungkasnya. (*)