INDOSatu.co – JAKARTA – Di tengah berlangsung Silaturrahmi Kebangsaan yang telah dilakukan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dan beberapa Wakil Ketua MPR, pernyataan mengejutkan datang dari Wakil Ketua MPR Prof. Dr. Sjarifuddin Hasan, terkait amandemen UUD 1945, terutama terkait pemilihan presiden yang dikembalikan dipilih oleh MPR.
”MPR tidak pernah membahas presiden dan wakil presiden perlu dipilih kembali oleh MPR atau tidak. Sekali lagi saya tegaskan bahwa isu mengembalikan pemilihan presiden dan wakil presiden ke MPR, tidak pernah muncul,” kata Syarief Hasan.
Syarief Hasan mengungkapkan, wacana dan isu amandemen UUD NRI Tahun 1945 memang muncul sebelum Pemilu 2024. Amandemen yang diinginkan adalah memasukan tentang haluan negara, dulu disebut dengan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), sekarang menjadi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
“Haluan negara ada dalam UUD inilah yang menjadi penting untuk dilakukan amandemen. Sehingga perlu dilakukan amandemen secara terbatas,” kata Syarif Hasan. Statemen Syarief Hasan itu disampaikan saat diwawacarai oleh wartawan di sela kunjungan kerja di Kota Bandung, Jawa Barat pada (7/6).
Lebih lanjut, Syarief Hasan menuturkan, wacana perlunya amandemen pun sempat berkembang tak sebatas haluan negara. Ada dari kelompok masyarakat, bahkan dari pemerintah mengusulkan perlunya amandemen tentang penambahan masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode.
Terkait keinginan amandemen, Syarief Hasan menyebut bila MPR melakukan amandemen, hal itu tidak akan dilakukan sebelum Pemilu 2024. Karena itu, MPR tetap membuka pintu seluas-luasnya aspirasi masyarakat yang ingin UUD diamandemen. Terkait berbagai aspirasi yang muncul, MPR menampung semua. “Aspirasi kita serap dan selanjutnya dikaji oleh Badan Pengkajian MPR,” ujar Syarief Hasan.
Dari semua aspirasi dan masukan yang ada, MPR selanjutnya membahas bahan-bahan itu untuk dimatrikulasi dan di-listing. Hasil akhirnya berupa rekomendasi yang akan disampaikan pada Pimpinan MPR Periode 2024-2029. “Pimpinan MPR saat ini tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan amandemen,” ungkapnya.
Meski demikian ditegaskan bila amandemen dilakukan, jangan secara parsial namun harus dilakukan kajian secara menyeluruh. Pria asal Sulawesi Selatan itu mengatakan bahwa, dalam negara demokrasi, semua kehendak ada di tangan rakyat. MPR sebagai representasi rakyat memiliki tugas menyerap dan menampung aspirasi.
“Semua tergantung pada masyarakat, termasuk partai politik. Semua silahkan memberi masukan kepada MPR,” ujar pria yang juga Guru Besar Universitas Negeri Makassar itu. (*)