INDOSatu.co – JAKARTA – Kasus kecelakaan bus pariwisata di Ciater, Kabupaten Subang mendapat perhatian serius dari kalangan politisi di DPR RI. Sebab, selain merenggut nyawa belasan penumpang, DPR RI juga menemukan dugaan ketidakberesan atas izin operasional bus Trans Putera Fajar tersebut. Karena itu, petugas kepolisian perlu menyelidiki kasus secara paripurna.
Menyikapi kecelakaan maut tersebut, anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS Sigit Sosiantomo meminta, agar Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memberikan sanksi tegas kepada perusahaan otobus (PO) yang tidak memiliki izin operasi menyusul kecelakaan bus pariwisata di Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, yang menewaskan 11 orang, Sabtu lalu itu.
“Saya prihatin dengan terulangnya kecelakaan yang melibatkan bus pariwisata yang tidak memiliki izin. Untuk memberikan efek jera, Selain sanksi pidana sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), Kemenhub harus memberikan sanksi administratif yang tegas,” kata Sigit, yang juga Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR RI itu.
Sigit menegaskan, Kemenhub tidak boleh berkompromi dengan perusahaan-perusahaan bus yang berani melawan aturan dan telah ‘membunuh’ masyarakat yang tak berdosa. Jika perlu, kata Sigit, pemilik bus tidak diperkenankan untuk mendirikan PO dalam kurun waktu yang lama, bahkan seumur hidup.
“Jika Pemerintah masih mau menganggap keselamatan penumpang menjadi prioritas, harus ada tindakan tegas dan keras kepada PO-PO yang jelas-jelas melanggar aturan. Dari pemeriksaan yang dilakukan Kemenhub pada awal Februari lalu, hanya sekitar 36 persen bus pariwisata di Jabodetabek yang memenuhi syarat administrasi. Artinya ada 64 persen yang tidak laik jalan,” kata Sigit.
Bahkan, kata Sigit, diantaranya ada yang bodong atau tidak memiliki izin. Jadi, sebenarnya Kemenhub sudah tahu kondisi sebenarnya. Hanya saja karena tidak ada sanksi tegas, sehingga bus pariwisata yang tidak laik dan tidak berizin ini tetap bisa beroperasi. Jika ada ketegasan pemerintah menertibkan perusahaan-perusahaan bus ini nakal seperti itu, kemungkinan kecelakaan bisa ditekan.
Selain sanksi tegas administratif, Sigit juga meminta aparat hukum untuk memberikan sanksi pidana berat kepada pengemudi dan pemiliki bus pariwisata yang mengalami kecelakaan di Ciater, Sabtu lalu tersebut.
Sesuai dengan UU LLAJ, sopir bisa dikenakan pidana maksimal enam tahun penjara dan untuk kendaraan yang tidak memenuhi syarat laik jalan serta tidak memiliki izin masing-masing dipidana kurungan selama 2 tahun.
“Banyak sekali pelanggaran yang dilakukan Bus Trans Putera Fajar ini, mulai dari tidak laik jalan bahkan tidak memiliki izin operasi. Sudah selayaknya sanksi pidana dengan hukuman maksimal diberikan supaya memberikan efek jera.” kata Sigit.
Tak hanya itu, Sigit juga meminta PO bus Trans Putera Fajar memberikan ganti rugi kepada para korban sesuai aturan. Berdasarkan pasal Pasal 192 UU LLAJ, Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan Penumpang.
Dalam kesempatan itu, Sigit juga meminta Kemenhub lebih ketat mengawasi kelaikan bus-bus yang beroperasi untuk menghindari kecelakaan fatal yang berujung pada korban jiwa. Banyaknya kejadian menunjukkan Pemerintah dan aparat lemah dalam kepentingan angkutan umum serta tidak tegas terhadap pelaku pelanggaran.
”Semestinya, yang menyangkut kepentingan masyarakat langsung, pemerintah harus bisa memberikan pengawasan yang ketat dan memberikan sanksi yang sangat tegas jika jelas-jelas melanggar. Jangan sampai nyawa masyarakat jadi taruhannya,” pungkas Sigit. (*)