Amicus Curiae Makin Membludak, Menunggu Film Edukasi APDI Meledak

  • Bagikan
ANTI CURANG LEWAT FILM; DR. Roy Suryo tampil sebagai salah satu talent dalam Film Edukasi dan Dokumenter yang diproduksi Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia (APDI).

SAYA (sengaja) memilih diksi “membludak” bagaikan air bah untuk pilihan kata sangat banyaknya Amicus Curiae (= Sahabat Pengadilan) ini. Sebab, dalam sejarah perkara di Indonesia yang panjang, apalagi di Mahkamah Konstitusi (MK), baru saat ini jumlah masyarakat/kelompok yang mengajukan diri sebagai Amicus Curiae ini sangat banyak. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa perkara yang sedang ditangani MK memang mendapat perhatian serius dan berpengaruh langsung terhadap masyarakat.

Sampai Rabu (17/4) kemarin, tidak kurang dari 22 (dua puluh dua) Amicus Curiae ini telah masuk Sekretariat MK. Mulai dari 1. Brawijaya (Barisan Kebenaran untuk Demokrasi), 2. Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), 3. Aliansi Akademisi dan Masyarakat Sipil, Busyro Muqoddas, Saut Situmorang, Feri Amsari, Usman Hamid, Abraham Samad, dll, 5. Oganisasi Mahasiswa UGM-UNPAD-UNDIP-UNAIR. 6. Megawati Soekarnoputri, dan 7. Forum Advokat Muda Indonesia (FAMI).

Selain itu, 8. Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (YAKIN), 9. Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia (APDI), 10. Stefanus Hendriyanto, 11. Indonesian American Lawyers Association (Lia Sundah Suntoso dkk), 12. Reza Indragiri Amriel, 13. Pandji R Hadinoto, 14. Komunitas Cinta Pemilu Jujur dan Adil (KCP-JURDIL), 15. TOP Gun, serta 16. Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (Center For Law and Social Justice) LSJ Fakultas Hukum UGM.

Sedangkan sisanya, 17. Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, 18. Gerakan Rakyat Penyelamat Indonesia dengan Perubahan, 19. Burhan Saidi Chaniago, 20. Gerakan Rakyat Menggugat, 21. Tuan Guru Deri Sulthanul Qulub, sampai 22. Habib Rizieq Shihab, Din Syamsudin, Ahmad Sobri Lubis, Yusuf Martak, dan Munarman semuanya telah mengajukan Amicus Curiae.

Tak heran, membludaknya pengajuan Amicus Curiae ini sempat membuat hakim MK heran dan menyatakan bahwa baru kali ini ada sebuah perkara yang sangat menyedot perhatian masyarakat. Jelas, karena apa yang nanti akan diputuskan oleh MK pada 22 April mendatang akan sangat berpengaruh terhadap masyarakat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak hanya untuk 5 tahun kedepan, tetapi bahkan mungkin berlanjut sampai puluhan tahun berikutnya bila modus semacam ini tidak diakhiri. Nepotisme dengan menabrak segala aturan dan merusak tata nilai etika, moral dan hukum akan semakin parah jika dibiarkan.

Baca juga :   Tampilkan Politik yang Bermartabat, Pembelajaran Bagi Generasi Muda

Inilah waktu yang tepat bagi para punggawa hukum di MK membuktikan kejujuran dan kebenaran hakiki kepada masyarakat Indonesia, karena keputusan yang akan dihasilkan benar-benar akan menjadi tonggak sejarah hukum di Indonesia, laksana kalimat populer “to be or not to be, that’s question”.

Kalimat diatas adalah solilokui terkenal dari drama “Hamlet” karya William Shakespeare, khususnya dari adegan 1 dan babak 3. Solilokui ini disampaikan oleh Pangeran Hamlet yang membahas tema-tema tentang bunuh diri, dan dilema eksistensial antara penderitaan dalam hidup dan ketidakpastian apa yang ada setelah kematian. Jadi, para hakim MK memang bagaikan Hamlet dalam drama tersebut.

Disisi lain, mungkin saja ada kekhawatiran tekanan oleh pihak-pihak tertentu (bahkan “guyuran” dari tangan-tangan kotor) yang bisa mempengaruhi keputusan para “wakil Tuhan” di ranah MK tersebut. Tetapi, kita tentu percaya bahwa kehidupan manusia tidak akan kekal di alam fana, karena pertanggung jawaban setelah di alam baka, juga akan dialami oleh para hakim MK bilamana mereka nekat melakukan hal-hal di luar etika, kejujuran, nurani dan kebenaran sesungguhnya. Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT tentu tidak sare (tidur, Red) dalam melihat apa2 yang sedang terjadi saat ini.

Jadi, sebagai masyarakat yang menginginkan supremasi hukum kembali di Indonesia dan marwah Mahkamah Konstitusi bisa kembali setelah dirusak oleh perbuatan curang dan jahat yang sempat terjadi kemarin, tentu semua berharap ketok palu dari kawasan Merdeka Barat itu benar-benar bisa menyelamatkan Indonesia tidak semakin dalam terpuruk ke jurang kolusi dan nepotisme yang sudah terjadi. Apa kata the Founding Fathers yang sudah memperjuangkan kemerdekaan dan demokrasi semenjak tahun 1945, bahkan di era sebelumnya, kalau di tahun 2024 dirusak oleh kelakuan segelintir oknum yang memperdaya rakyat dengan ulah yang melanggar norma.

Baca juga :   Skandal CSR Bank Indonesia dan Komisi XI DPR: Tindak Pidana Korupsi?

Itulah yang saat ini juga sedang dikerjakan oleh Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia (APDI). Selain sudah mengirim Amicus Curiae pada Selasa (16/4) kemarin, Aliansi yang beranggotakan Para Pakar IT Independen, TPDI, Perekat Nusantara, IA-ITB, KAPPAK dan KIPP saat ini sedang merampungkan sebuah Film Edukasi-Dokumenter yang memotret perjalanan Pemilu 2024 di Indonesia.

Sembari menyatakan salut kepada Film “Dirty Vote” yang diproduksi oleh sutradara Dandhy Dwi Laksono dan sudah dirilis pada 11 Februari lalu. Film yg menampilkan tiga pakar hukum tata negara Indonesia, Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar itu telah menunjukkan kepada masyarakat bagaimana mens rea sekaligus trik-trik jahat pelaksanaan pemilu dan akhirnya memang terjadi.

Sedikit berbeda dengan “Dirty Vote”. Film yang dibuat oleh APDI ini berupa Edukasi-Dikumenter yang mengajukan fakta sejarah yang tidak terbantahkan disertai dengan kajian ilmiah komprehensif dari pelaksanaan demokrasi Indonesia, khususnya pasca pelaksanaan Pemilu 2024 yang berlangsung beberapa waktu lalu dan masih menunggu hasil MK untuk memutuskan “to be or not to be”-nya tersebut. Jadi, film terbaru ini nantinya bukan hanya berisi dokumentasi, tetapi juga edukasi untuk bangsa ini ke depan agar kondisi yang terjadi saat ini terulang lagi.

Mengambil lokasi shooting di kawasan yang sangat asri di seputaran Tangerang Selatan yang pernah menjadi kawasan Candradimuka para aktivis 1998, diiringi suara burung-burung alam dan belasan hewan sebagai makhluk hidup yang dikonservasi dangan baik, talent yang berperan di film ini saling mengisi dan melengkapi berdasar referensi dan background kepakaran dan pengalamannya masing-masing.

Dimulai dari saya, kemudian Dr Ir Leony Lidya MT, Erick S. Paat SH MH, Petrus Selestinus SH, Paulet Stanly Jemmy Mokolensang SH, Ir Hairul Anas Suaidi, Ir Akhmad Syarbini, Akhmad Akhyar Muttaqin ST dan diakhiri Kaka Suminta. Semua memaparkan dengan sangat komprehensif dan disertai bukti faktual. Masing-masing talent juga dengan santai, namun tetap ilmiah memberikan analisis berbasis sains terhadap apa yang dikemukakan, karena film ini bukan fiksi tetapi fakta.

Baca juga :   Mafia Tanah Sedang Merakit Bom Waktu
DIGARAP SERIUS: Penampankan aktivitas shooting Film Edukasi dan Dokumenter APDI di beberapa lokasi di kawasan Tangerang Selatan.

Tema khusus yang diangkat, dimulai dari sikap curang menuju kebohongan hingga kejahatan, Fakta-fakta Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Kepala Negara, Anomali Presiden, MK dan penyelenggara Pemilu 2024, Integritas vs Klaim Sirekap hanya pepesan kosong, Detail Amicus Curiae APDI dan kecurangan vs integritas pemilu, Semua dikemas secara filmogis dan sinematografis yang apik, dengan pengaturan lighting memenuhi kaidah standar broadcast (ada Main light, side light, rim light bahkan fill-in light).

InsyaAllah film ini akan nyaman dilihat dan ramah bagi indra kita. Di-take menggunakan sistem multi camera dipadukan inserting bukti-bukti dan fakta sesuai topik yang dibahas secara sistematis membuatnya sangat kronologis dan terstruktur, meski bukan TSM sebagaimana perilaku kecurangan dan kejahatan pemilu yang sudah terjadi.

Jadi, kita tunggu saja rilis resmi film dari APDI ini. Judul pasti silakan ditunggu saja saat diumumkan besok saat mulai tayang di jejaring media, termasuk YouTube sebagai platform utamanya. Bisa “Dirty Election” atau “Memang Curang” bahkan kata lain yang menggelitik, semua memang (sengaja) masih disimpan sebagai parodi dari data-data babon atau sumber data pemilu yang sempat mau disembunyikan oleh KPU beberapa waktu lalu (sebelum KIP akhirnya memerintahkan agar data-data publik tersebut dibuka). At last but not least, Amicus Curiae akan semakin membludak dan diharapkan penayangan dan dampak dari film Edukasi-Dokumenter APDI ini juga akan meledak . Semoga… (*)

Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes; 
Penulis adalah Pemerhati Telematika, Multimedia, AI dan OCB Independen. salah satu talent di Film Edukasi dan Dokumenter, APDI.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *