INDOSatu.co – LAMONGAN – Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Soekarwo mengunjungi Lamongan. Dalam kegiatan tersebut, Soekarwo didampingi Bupati Lamongan Yuhronur Efendi, di Desa Randubener, Kembangbahu, Lamongan. Soekarwo bicara banyak soal tantangan produksi tanaman pangan di Lamongan, khususnya kedelai, yang terjadi pada sarana prasarana (sarpras), hama, hingga harga yang fluktuatif (tidak stabil).
Mengetahui hal tersebut, Wantimpres yang akrab disapa Pakde Karwo ini menekankan, kokohnya ketahanan pangan nasional akan meningkatkan kesejahteraan petani. Kesejahteraan tersebut melalui dukungan sarana produksi pertanian dan jaminan penghasilan petani (off taker).
“Teman-teman pengambil keputusan perlu melakukan perubahan, dengarkan dulu suara masyarakat apa yang menjadi kendala di lapangan, baru dibuat keputusan. Jangan kemudian dibalik mengambil keputusan, belum mendengarkan suara masyarakat. Karena yang tahu persis permasalahan pangan, terutama kedelai itu adalah para petani,” kata Pakde Karwo.
Bedasarkan data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Lamongan, produksi tanaman kedelai di Kabupaten Lamongan selama 5 (lima) tahun ke belakang relatif mengalami tren penurunan. Di tahun 2017 produksi kedelai lokal mampu mencapai 22.498 ton, kemudian mengalami penurunan menjadi 22.349 ton di tahun 2018; 12.782 ton di tahun 2019, 8.875 ton di tahun 2020, 9.406 ton di tahun 2021, dan 10.412 ton di tahun 2022. Hal ini turut sejalan dengan luas panen yang kian mengalami penurunan.
“Cari cara kira-kira produksinya meningkat nanti dipimpin Pak Lurah untuk ketahanan pangan. Kedelai Lamongan turun drastis. Padahal, sini (Lamongan) tanah tadah hujan, keasaman bagus, hama tidak banyak. Cara meningkatkan produksi per hektare itu gimana? Dari bibit bisa disolusikan oleh DKPP Kabupaten Lamongan,” tambah Pakde Karwo.
Meski demikian, analisis ketersediaan pangan komoditi kodelai di Kabupaten Lamongan, kebutuhan kedelai lokal mampu mencukupi 90 persen kebutuhan. Sementara, 10 persen kebutuhan lainnya mengambil dari kedelai impor atau pasar luar.
“Kebutuhan kedelai di Lamongan dipergunakan untuk konsumsi rumah tangga, konsumsi luar rumah tangga (industri), benih, dan tercecer (saat panen). Dan ketersediaan kedelai diperoleh dari produksi lokal/panen raya di bulan Februari, Maret, April, Juli, Agustus, serta pasokan dari luar kabupaten. Di tahun 2023 proyeksi produksi kedelai sebesar 12,324 ton, kebutuhannya 16,205 ton, defisit 3.881 ton,” timpal Bupati Lamongan yang akrab disapa Pak Yes.
Selain itu, kata Pak Yes, sebagai upaya menjaga kedaulatan pangan di beberapa kecamatan mulai dilakukan penanaman kedelai mulai dari Kecamatan Kembangbahu, Sugio, Sambeng, Mantup, Kedungpring, Modo, Babat, Lamongan, Tikung, Sarirejo, hingga lainnya.
“Untuk mempertahankan kedaulatan negara dengan kedaulatan pangan, maka harus kita jaga bersama-sama. Hari ini untuk persoalan kedelai di Lamongan ada sekitar 8.000 hektare kurang lebih yang hari ini mulai tanam semua, khususnya di Kecamatan Kembangbahu,” ucap Pak Yes.
Tidak hanya itu, Pemkab Lamongan juga terus berupaya untuk meningkatkan pengembangan kedelai melalui berbagai inovasi diantaranya (1) Soybean village/kawasan kedelai yang menjadi pengembangan hulu hilir, mulai dari pembenihan hingga pengahan hasil dengan harga uang kompetitif.
Selain itu, (2) Pemetaan wilayah komoditas kedelai mempunyai database potensi spesifik lokasi dan fokus akan pengembangan kedelai (etalase kedelai Lamongan). (3) Diversifikasi produk kedelai, memunculkan pilihan kompetitif produk kedelai mulai dari biji sampai limbah kedelai (zero waste biogas).
“Diskusi bersama Pakde Karwo hari ini kita temukan permasalahan petani. Pertama harga jual yang sangat fluktuatif, kedua hama. Ini akan segera kita carikan solusinya, agar petani saat menanam kedelai ini bisa tetap eksis, khusunya di Kabupaten Lamongan yang mempunyai 8.000 hektare ini bisa akan terus kita kembangkan dengan baik,” pungkas Pak Yes. (*)