Yusril Tegaskan Judicial Review AD/ART Tidak Aneh

  • Bagikan
LADENI WAWANCARA: Yusril Ihza Mahendra mengatakan tidak ada yang aneh terkait judicial review AD/ART yang dilakukan empat kader Partai Demokrat yang dipecat kubu AHY melalui dirinya. Yusril meluruskan statemen Hamdan Zoelva, pengacara kubu AHY.

INDOSatu.co – JAKARTA – Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum empat kader Demokrat kubu Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko menegaskan tidak ada yang aneh dalam pengujian uji formil dan materiil Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat era Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Yusril justru menyebut yang aneh adalah sikap Partai Demokrat.

Pernyataan ini disampaikan Yusril merespon pernyataan dari Hamdan Zoelva selaku kuasa hukum yang ditunjuk oleh kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Dalam pernyataannya, Hamdan menyebut bahwa permohonan judicial review itu aneh lantaran pihak termohon bukan Partai Demokrat, melainkan Menkumham Yasonna Laoly.

“Aneh atau tidak anehnya permohonan itu tergantung kedalaman analisis pengacara yang ditunjuk PD untuk menangani perkara itu. Kalau analisisnya sambil lalu tentu terlihat aneh. Tetapi kalau dianalisis dalam-dalam justru sebaliknya, tidak ada yang aneh. Yang aneh justru sikap DPP Demokrat sendiri,” kata Yusril dalam keterangannya, Minggu (10/10).

Dijelaskan Yusril, yang digugat oleh pihaknya bukanlah AD/ART Partai Demokrat saat berdiri. Melainkan AD/ART perubahan tahun 2020.

Baca juga :   Kubu Moeldoko Pecah Jadi Tiga, Rusdiansyah: Itu Menyesatkan

Merujuk pada UU Parpol, kata Yusril, yang berwenang mengubah AD/ART adalah lembaga tertinggi dalam struktur partai. Dengan demikian, kewenangan ada pada kongres atau muktamar.

Yusril turut menegaskan bahwa AD/ART Perubahan PD Tahun 2020 bukan produk DPP PD, tetapi produk Kongres PD tahun 2020.

“Yang aneh justru kalau pengacara DPP PD minta supaya DPP PD dijadikan sebagai pihak yang ‘paling signifikan memberi keterangan’ atas Permohonan JR. Apalagi menyebut DPP PD sebagai pihak yang membuat AD Perubahan,” tuturnya.

“DPP PD hanyalah pihak yang diberi amanat atau mandat oleh kongres untuk mendaftarkan Perubahan AD/ART ke Kemenkumham. Di partai manapun keadaannya sama,” imbuh Yusril.

Yusril menyebut bahwa pengakuan DPP Partai Demokrat sebagai pembuat AD/ART justru akan menjadi bumerang bagi mereka. Sebab, otomatis AD perubahan itu tidak sah karena dibuat oleh DPP PD sesuai pengakuan tersebut.

Dalam persidangan di MA, lanjut Yusril, surat kuasa yang diberikan DPP PD kepada Hamdan Zoelva bisa dieksepsi sebagai surat kuasa yang tidak sah. Alasannya, kuasa diberikan bukan oleh pihak yang membuat AD/ART.

Baca juga :   AHY Dianggap Omong Kosong, Moeldoko Maafkan Kader yang Dikhianati

Yusril menerangkan bahwa keterangan yang dibuat oleh bukan oleh pihak yang berwenang memberikan keterangan tidak lebih dari sekadar testimonium de auditu yang tidak punya nilai pembuktian sama sekali.

Yusril berujar bahwa dalam persidangan di MA tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur keberadaan pihak terkait. Hal ini berbeda dengan ketentuan yang ada di Mahkamah Konstitusi.

“Jadi kalau gunakan logika hukum PD, permohonan menjadi Pihak Terkait itupun tidak kurang anehnya. Lebih aneh lagi, Hamdan menyebut PD sebagai pihak ‘pembuat AD’. Kalau merasa sebagai pihak pembuat AD yang relevan untuk memberikan keterangan di MA, mengapa justru memposisikan diri sebagai Pihak Terkait?,” ucap Yusril.

Lebih lanjut, Yusril menyampaikan jika keterangan Menkumham selaku pihak termohon tidak memuaskan MA, maka bisa saja gugatan akan dikabulkan.

Dalam amar putusan, kata Yusril, bisa menyatakan bahwa pasal-pasal tertentu dalam AD ART Partai Demokrat bertentangan dengan UU dan karenanya tidak mempunyai kekuatan mengingat.

Baca juga :   Soal Pidato Jokowi di Sidang MPR, PKS: Tidak sesuai Fakta

“Amar putusan selanjutnya adalah memerintahkan Menkumham untuk mencabut pengesahan AD PD. Karena dicabut, maka praktis PD tidak mempunyai AD yang sah,” ucap Yusril.

“Dalam keadaan demikian, maka Menkumham tentu akan mengembalikan maka masalahnya ke PD agar memperbaiki AD ART-nya sesuai dengan pertimbangan hukum dan amar Putusan MA tesebut,” lanjutnya.

Sebagai informasi, empat orang melayangkan gugatan uji materi terhadap AD/ART Partai Demokrat 2020 ke Mahkamah Agung.

Mereka merupakan mantan kader Demokrat yang dipecat AHY lantaran datang dalam Kongres Luar Biasa di Sumatera Utara. Selain itu, mereka diketahui hadir dalam KLB yang menetapkan Moeldoko sebagai ketua umum.

Keempat orang ini adalah eks Ketua DPC Demokrat Ngawi, Muhammad Isnaini Widodo; eks Ketua DPC Demokrat Bantul, Nur Rakhmat Juli Purwanto; eks Ketua DPC Demokrat Kabupaten Tegal, Ayu Palaretins; dan eks Ketua DPC Demokrat Kabupaten Samosir, Binsar Trisakti Sinaga. (adi/red)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *