Kemendikbudristek Tetapkan Jaran Jenggo dari Lamongan Resmi sebagai WBTB

  • Bagikan
BERNILAI TINGGI: Penampakan seorang bocah sedang naik jaran jenggo. Kesenian dari Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan itu ditetapkan Kemendikbudristek sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).

INDOSatu.co – LAMONGAN – Kesenian jaran jenggo yang berasal dari Kecamatan Solokuro resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada 1 September 2023 oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Lamongan Siti Rubikah mengatakan, jaran jenggo memenuhi kriteria nilai yang menonjol atau luar biasa. Pendukungnya jelas, terdapat upaya pelestarian dari pemerintah daerah setempat, dan memiliki usia minimal 50 tahun.

“Jaran jenggo termasuk kesenian yang dominan pada seni pertunjukan ini telah memenuhi syarat dari penetapan WBTB. Sebenarnya sudah diajukan sejak 2021 dan baru ditetapkan tahun ini,” tutur Siti Rubikah saat ditemui, di Kantor Disparbud Kabupaten Lamongan, Kamis (7/9).

Baca juga :   Upacara HUT ke77 Bhayangkara, Kapolres Sampaikan Terima Kasih, Bojonegoro Kondusif

Saat ini, di Kabupaten Lamongan tercatat ada 4 paguyuban yang eksis melestarikan jaran jenggo. Salah satunya ialah jaran jenggo Aswo Kaloko Joyo. Minimnya jumlah tersebut dikarenakan faktor penggunaan hewan kuda hidup sebagai objek keseniannya. Sehingga, tidak semua masyarakat mampu memelihara kuda dan menjadi jenggo (pemelihara) yang maksimal.

“Sampai saat ini ada 4 jenggo di Kabupaten Lamongan. Maestro yang kemarin mewakili WBTB ialah Anas Tohir,” ungkap Siti Rubikah.

Melihat minimnya regenerasi pada kesenian jaran jenggo, Pemerintah Kabupaten Lamongan bersama Disparbud Kabupaten Lamongan mengajuan WBTB pada jaran jenggo. Yangmana bertujuan sebagai pengingat sekaligus pendorong agar suatu karya budaya bisa terus eksis dan dilestarikan.

Baca juga :   Kalender Event 2024 Kolaborasikan Potensi Wisata hingga Ekonomi Kreatif Lamongan

Kesenian atraktif yang memiliki ciri khas kuda dan musik jedhor ini mengalami perkembangan dari generasi ke generasi dalam suatu tradisi atau kearifan lokal. Seperti gerak iringan, tata busana, tata rias, tata lampu, properti dan pola lantai.

“Struktur penyajian jaran jenggo terdiri dari persiapan ritual saat mempersiapkan rias manten (anak laki-laki yang baru dikhitan), dilanjut sungkem kepada orang tua, lalu pawang melakukan prolog pada pengantin sunat, kemudian prosesi arak-arakan dan pertunjukan tari dan atraksi jaran jenggo. Kesenian ini juga terdapat kebaharuan sesuai perkembangan zaman, namun hal tersebut tidak mengurangi nilai kebudayaannya,” terang Kepala Bidang Kebudayaan Disparbud Kabupaten Lamongan Purnomo.

Baca juga :   Warga Demo Baliho "Politis" Pemkab Tuban, Bawaslu Janji Koordinasikan dengan Pjs Bupati

Jaran jenggo ini biasanya didelegasikan untuk tampil pada hari-hari besar, menjadi duta budaya mewakili Lamongan, kesenian daerah, festival seni dan event daerah. Selanjutnya Purnomo menjelaskan terkait fungsi kesenian jaran jenggo, yakni dari sisi ritual, hiburan, dan edukatif.

“Jaran jenggo memiliki ragam fungsi dalam penampilannya. Mulai dari pemenuhan nazar, penghormatan kepada roh leluhur atau nenek moyang, tontonan bagi masyarakat dan fungsi sebagai pendidikan,” jelasnya.

Pelestarian jaran jenggo juga dilakukan dengan cara pembinaan kepada pelaku seni dengan melakukan latihan rutin untuk kuda dan seniman, sedangkan kepada generasi muda akan diberikan edukasi tentang jaran jenggo yang dikemas semenarik mungkin di media sosial. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *