Bedah APBD Bojonegoro, Muhammadiyah Temukan Kenaikan Dana Hibah dan Bansos Tidak Rasional

  • Bagikan
DEWAN HARUS HATI-HATI: Suasana Ngaji Polyik Bedah APBD Bojonegoro yang digelar oleh Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik, PD Muhammadiyah.

INDOSatu.co – BOJONEGORO – Mundurnya pembahasan KUA PPAS 2024, KUA PPAS P APBD 2023, R. APBD P tahun 2023 dan R. APBD 2024 mendapat perhatian serius lembaga kemasyarakatan, salah satunya Muhammadiyah Bojonegoro. Melalui Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik, PD Muhammadiyah menggelar bedah APBD 2024, yang dititeli Ngaji Politik.

Dalam paparannya, Wakil Ketua PD.Muhammadiyah Bojonegoro Sholikin Jamik berpesan agar lembaga legislatif harus selalu menggunakan prinsip kehati-hatian karena menyangkut kebijakan publik. Bahkan, kata Sholikin. lebih baik pengesahannya mundur daripada tergesa-gesa, Apalagi APBD Bojonegoro tahun 2024 bisa mencapai Rp 7,7 triliun lebih. APBD Bojonegoro merupakan yang terbesar kedua se Indonesia setelah Kabupaten Bogor.

“Memang ditemukan usulan dari eksekutif dalam R ABPD P tahun 2023 yang perlu dicermati, terutama belanja hibah, dan belanja bantuan sosial karena tidak rasional dan diindikasikan untuk kepentingan kelompok tertentu di tahun politik,” ksts Sholikin dalam rilisnya, Rabu (6/9).

Baca juga :   Lestarikan Tradisi Lokal dan Meriahkan Ramadan, Disbudpar Bojonegoro Gelar Lomba Oklik

Bila publik mau ngaji politik anggaran tentang belanja hibah, kata Sholikin, belanja hibah merupakan stimulus untuk memberikan dukungan keuangan kepada penerima hibah untuk mendukung dan mendorong penyelenggaraan proyek atau program yang memiliki tujuan sosial, pendidikan, riset, lingkungan, atau bidang lain yang dianggap bermanfaat bagi masyarakat atau komunitas tertentu.

Filosofi di balik dana hibah adalah untuk memastikan bahwa sumber daya yang tersedia dalam anggaran digunakan dengan bijaksana dan efektif untuk memenuhi kebutuhan dan memajukan tujuan yang lebih besar. Dana hibah memberikan kesempatan kepada penerima untuk mengembangkan inovasi, meningkatkan aksesibilitas, atau mengatasi masalah sosial tertentu. Tujuan akhirnya adalah untuk mencapai perbaikan yang berkelanjutan dan mendukung kemajuan dalam masyarakat.

”Dalam rancangan R.APBD P tahun 2023 naik dari tahun sebelumnya 161,45 persen. Jika sebelumnya dianggarkan Rp 320,449 miliar, kini Rp 837,809 miliar, sehingga terjadi kenaikan 517,359 miliar. Sehingga terhjadi kenaikan 161,45 persen. Meski demikian, indikator penerimanya tidak transparan, tidak mau membuka ke publik. Tentu azas tranparansi dokumen publik tidak terpenuhi. Untuk apa dana hibah itu? Jangan-jangan untuk kepentingan politik tertentu di tahun politik ini,” kata Sholikin.

Baca juga :   Gelar Pelatihan Metode GASING dalam Matematika, Bojonegoro Siapkan Generasi Indonesia Emas

Dalam rancangan bantuan sosial APBD P tahun 2023 juga terjadi kenaikan. Jika sebelumnya untuk bansos dianggarkan Rp 49 miliar, namun kini menjadi Rp 130,361 miliar. Sehingga terjadi kenaikan sebesar Rp 81,199 miliar lebih, Jika ditotal, terjadi kenaikan sebesar 165,71 persen.  Sekali lagi, indikator penerimanya juga tidak jelas dan tidak mau membuka dengan tranparan. Bahkan, SKP yang membidangi juga kurang tahu. Sehingga, Legislator tidak bisa melaksanakan fungsinya dengan baik, tidak bisa menguji kegunaan sesuai prinsip-prinsip bantuan sosial yang masuk di APBD.

Dalam politik anggaran, belanja bantuan sosial harus didasarkan pada prinsip keadilan sosial, solidaritas, dan tanggung jawab sosial. Tujuan utama dari anggaran bantuan sosial adalah untuk mengurangi kesenjangan sosial, mengatasi kemiskinan, dan meningkatkan kualitas hidup mereka yang berada dalam kondisi terpinggirkan atau kurang mampu. Anggaran ini digunakan untuk menyediakan bantuan dalam berbagai bentuk, seperti tunjangan keuangan, pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan, atau program pelatihan keterampilan.

Baca juga :   Kajati Resmikan Rumah RJ, Bupati Anna Minta Arahan untuk Wujudkan Good Governance

”Filosofi di balik anggaran bantuan sosial adalah untuk memastikan bahwa setiap individu, terlepas dari latar belakang atau kondisi ekonominya, memiliki akses yang setara terhadap fasilitas dan kesempatan,” kata Sholikin.

Melalui bantuan ini, kata dia, diharapkan masyarakat yang kurang beruntung dapat memiliki peluang yang lebih baik, untuk memperbaiki kondisi hidup mereka, memanfaatkan potensi mereka, dan secara bertahap mengatasi ketergantungan pada bantuan sosial. Pertanyaan publik selalu muncul mengapa anggaran bantuan sosial besar tapi kemiskinan dan kebodoan di Bojonegoro tidak semakin turun, malah terus naik. ”Pasti ada yang salah sasaran dalam pendistribusiannnya,” pungkas Sholikin. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *