INDOSatu.co – JAKARTA – Statemen tegas datang dari Kritikus dan Pengamat Politik Kebangsaan, Faizal Assegaf. Dia berharap, masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim tidak boleh alergi untuk menggelorakan Politik Identitas Islam sebagai penegasan eksistensi dalam bernegara.
”Dan itu tidak boleh kendor. Sebab, konstitusi menjamin hak dan kebebasan beragama dalam segala aspek. Umat Islam jangan mau dibodohi,” kata Faizal Assegaf kepada INDOSatu.co, Selasa (11/7).
Di ruang pergulatan demokrasi, kata Faizal, identitas dan nilai-nilai Islam wajib dibangkitkan dalam konsolidasi politik melawan ketidakadilan. Agar umat Islam tidak diperlakukan semena-mena.
”Klaim kebhinekaan dengan tujuan mengkerdilkan keberadaan umat Islam sebagai mayoritas di republik ini adalah bentuk kejahatan dalam bernegara. Praktik busuk itu harus dihentikan!,” kata Faizal.
Justru, kata Faizal, modus politik kotak-kotak yang dilakukan rezim Jokowi terbukti telah memicu polarisasi dan melemahkan persatuan nasional. Hal itu berakibat kekuasaan negara dimanipulasi untuk melayani segelintir kelompok.
”Dampak dari daya rusak politik kotak-kotak rezim Jokowi, menyebabkan kekayaan alam bebas dirampok, korupsi tumbuh subur dan membuat kesenjangan sosial-ekonomi semakin miris,” kata Faizal.
Potensi umat Islam sebagai mayoritas telah dimarginalkan oleh aneka kebijakan yang ugal-ugalan dan tidak berkeadilan. Bukan saja umat Islam, tapi kelompok agama lainnya pun ikut tersingkir.
”Umat Islam harus bangkit dengan spirit Rahmatan Lil Alamin dalam membangun solidaritas nasional yang kuat. Tidak boleh membiarkan negara dikuasai oleh watak sekularisme yang menjadi musuh semua agama,” kata mantan aktivis Ekponen 98 ini.
Sekularisme dengan bertopeng Pancasila, ungkap Faizal, adalah modus untuk memberangus nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan. Akibatnya, kata dia, kehidupan rakyat banyak ditindas, segelintir yang berkuasa berpesta-pora.
”Ini tidak boleh terus menerus terjadi umat Islam harus bangkit dan jangan mau dibodohi dengan kedok politik identitas,” pungkas Faizal. (adi/red)