Kirim Surat Terbuka ke DPR, Denny Minta Presiden Joko Widodo Dimakzulkan

  • Bagikan
FIRASAT BAIK: Denny Indrayana meyakini, melihat alat bukti yang disampaikan pemohon paslon Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud diyakini akan dikabulkan majelis hakim MK.

INDOSatu.co – JAKARTA – Denny Indrayana kembali bersuara. Bahkan, dia mengirim surat terbuka kepada DPR. Denny menyampaikan secara gamblang dalam surat terbuka terkait situasi politik dan hukum sedang yang tidak normal. Banyak saluran aspirasi ditutup, bahkan dipidanakan.

Salah satunya, kata Denny, adalah yang dialami Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Mereka dikriminalisasi karena menyampaikan kritik dan pengawasan publiknya. ‘’Karena itu, saya terpaksa membawa mata dan hati rakyat untuk ikut mencermati laporan ini,’’ kata Denny dalam akun twitter-nya yang mengizinkan dikutip INDOSatu.co, Rabu (7/6).

Denny berpendapat, Presiden Joko Widodo sudah layak menjalani proses pemeriksaan impeachment (pemakzulan) karena sikap tidak netralnya alias cawe-cawe dalam Pilpres 2024. Denny sering membandingkan, Presiden Richard Nixon terpaksa mundur karena takut dimakzulkan akibat skandal Watergate. Yaitu, ketika kantor Partai Demokrat Amerika dibobol untuk memasang alat sadap.

‘’Pelanggaran konstitusi yang dilakukan Presiden Jokowi jauh lebih berbahaya, sehingga lebih layak dimakzulkan,’’ kata Denny.

Denny lalu membeberkan dugaan pelanggaran impeachment, yang dalam pandangannya patut diselidiki oleh DPR melalui hak angket. Satu, ungkap Denny, Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menghalangi Anies Baswedan menjadi calon presiden. Bukan hanya Jusuf Wanandi (CSIS), yang dalam acara Rosi di Kompas TV, haqul yakin memprediksi bahwa pihak penguasa akan memastikan hanya ada dua paslon saja yang mendaftar di KPU untuk Pilpres 2024.

Baca juga :   Sekjen PKS Optimistis Pasangan Anies-Imin Raup Banyak Suara di Jawa dan Luar Jawa

‘’Saya sudah lama mendapatkan informasi bahwa memang ada gerakan sistematis menghalang-halangi Anies Baswedan,’’ kata Denny.

Informasi itu didapat ketika Denny bertanya kepada Rachland Nashidik kenapa Presiden Keenam SBY di pertengahan September 2022 menyatakan akan turun gunung mengawal Pemilu 2024. Menurut Rachland, hal itu karena seorang Tokoh Bangsa yang pernah menjadi Wakil Presiden menyampaikan informasi yang meresahkan kepada SBY.

Dan sebelumnya, kata Denny, sang tokoh bertemu dengan Presiden Jokowi dan dijelaskan bahwa pada Pilpres 2024 hanya akan ada dua capres, tidak ada Anies Baswedan yang akan dijerat kasus di KPK.

‘’Hak Angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah ada tangan dan pengaruh kekuasaan Presiden Jokowi yang menggunakan KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian, untuk menjegal Anies Baswedan menjadi kontestan dalam Pilpres 2024?,’’ kata Guru Besar Fakultas Hukum Tata Negara UGM Yogyakarta (2010-2018) itu.

Dua, kata Denny, Presiden Jokowi juga diduga membiarkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, mengganggu kedaulatan Partai Demokrat, dan ujungnya pun menyebabkan Anies Baswedan tidak dapat maju sebagai calon presiden dalam Pilpres 2024.

‘’Tidak mungkin Presiden Jokowi tidak tahu, Moeldoko sedang cawe-cawe mengganggu Partai Demokrat, terakhir melalui Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung,’’ kata Denny.

Baca juga :   Rupiah Melemah atas Dolar AS, Bamsoet Waspadai Spekulan Manfaatkan Cari Untung

Anggaplah Presiden Jokowi tidak setuju, dengan langkah dugaan pembegalan partai yang dilakukan oleh KSP Moeldoko tersebut, Presiden terbukti membiarkan pelanggaran Undang-Undang Partai Politik yang menjamin kedaulatan setiap parpol. Juga lucu dan aneh bin ajaib ketika Presiden Jokowi membiar dua anak buahnya beperkara di pengadilan, membiarkan Kepala Staf Presiden Moeldoko menggugat keputusan yang dikeluarkan Menkum dan HAM Yasonna H. Laoly.

‘’Jika tidak bisa menyelesaikan persoalan di antara dua anak buahnya sendiri, Jokowi berarti memang tidak mampu dan tidak layak menjadi Presiden,’’ kata Denny.

Hak Angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah Presiden Jokowi membiarkan, atau bahkan sebenarnya menyetujui-lebih jauh lagi memerintahkan-langkah KSP Moeldoko yang mengganggu kedaulatan Partai Demokrat?

Tiga, Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik (parpol) dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres-cawapres menuju Pilpres 2024. Berbekal penguasaannya terhadap Pimpinan KPK, yang baru saja diperpanjang masa jabatannya oleh putusan MK, Presiden mengarahkan kasus mana yang dijalankan, dan kasus mana yang dihentikan, termasuk oleh kejaksaan dan kepolisian.

Bukan hanya melalui kasus hukum, bahkan kedaulatan partai politik juga diganggu jika ada tindakan politik yang tidak sesuai dengan rencana strategi pemenangan Pilpres 2024. Suharso Monoarfa misalnya diberhentikan sebagai Ketua Umum partai. Ketika saya bertanya kepada seorang kader utama PPP, kenapa Suharso dicopot, sang kader menjawab, ada beberapa masalah, tetapi yang utama karena “Empat kali bertemu Anies Baswedan”.

Baca juga :   Intan Jaya Terus Bergejolak, Filep Menduga Konflik Masih Seputar Perebutan SDA

Ketika Soetrisno Bachir menanyakan, kenapa PPP tidak mendukung Anies Baswedan, padahal mayoritas pemilihnya menghendaki demikian, dan akibatnya PPP bisa saja hilang di DPR pasca Pemilu 2024. Arsul Sani menjawab, “PPP mungkin hilang di 2024 jika tidak mendukung Anies, tetapi itu masih mungkin. Sebaliknya, jika mendukung Anies sekarang, dapat dipastikan PPP akan hilang sekarang juga,” karena bertentangan dengan kehendak penguasa.

‘’Hak Angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres-cawapres?,’’ kata Denny.

Denny sadar bahwa konfigurasi politik di DPR saat ini sulit memulai proses pemakzulan. Akan tetapi, kata Denny, sebagai warga negara yang mengerti konstitusi, dia berkewajiban menyampaikan secara terbuka.

‘’Saya tidak rela UUD 1945 terus dilanggar oleh Presiden Joko Widodo demi cawe-cawenya, yang sebenarnya bukan untuk kepentingan bangsa dan negara, tetapi dalam pandangan saya adalah semata untuk kepentingan pribadi dan demi oligarki bisnis di belakangnya,’’ pungkas Denny. (adi/red)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *