INDOSatu.co – JAKARTA – Delapan parpol dengan cepat melakukan konsolidasi merespon pro-kontra bakal diputuskannya sistem pemilu oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Koalisi delapan parpol tersebut mengancam akan melucuti kewenangan MK bila nekat mengubah sistem Pemilu 2024 dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.
Reaksi serius itu demi melindungi kepentingan pemilu legislatif. Padahal, selama ini, tuntutan rakyat seputar penghapusan ambang batas capres 20 persen diberangus oleh MK dan tidak digubris mayoritas parpol.
Ambang batas Presidential Threshold (PT) 20 persen untuk syarat pencalonan dianggap sebagai sumber dan biang ketidakadilan dalam sistem pemilu nasional.
”Yang mana hak dan kedaulatan politik rakyat telah dibajak secara semena-mena,” kata Kritikus dan Pegiat Sosial Media, Faizal Assegaf kepada INDOSatu.co, Ahad (4/6).
Koalisi delapan partai politik tidak bisa dikatakan bertindak diskriminasi. Tetapi bersikap adil, untuk membela hak kedaulatan politik rakyat dalam proses Pilpres.
”Presidential Threshold 20 persen harus dibuang ke tempat sampah,” kata mantan aktivis 98 itu.
Kalau pun masih tetap diberlakukan, kata Faizal, PT tersebut harus diturunkan menjadi lima persen, agar proses mengusung calon pemimpinan nasional menjadi lebih adil dan demokratis.
Semakin banyak figur capres-cawapres yang diusung partai politik, akan membuat Pilpres berkualitas dan tidak terjebak polarisasi dan modus politik transaksional. Rakyat, kata Faizal, juga dapat memilih capres dan cawapres sesuai nuraninya.
”Semoga 8 parpol yang saat ini terkonsolidasi di parlemen, membuka peluang perubahan UU politik, yakni mengoreksi sumbatan aspirasi rakyat pada ketentuan ambang batas atau PT 20 persen capres. ”Itu baru fair dan keren!,” kata Faizal. (adi/red)