Terkait Laporan Luhut terhadap Haris, AII: Perburuk Citra Negara

  • Bagikan
ANGGAP BUNGKAM ASPIRASI: Direktur Amnesty Internasional Indonesia (AII), Usman Hamid menyayangkan pelaporan Menko Marves Luhut Pandjaitan terhadap Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti ke Polda Metro Jaya.

INDOSatu.co – JAKARTA – Banyak pihak menyayangkan aksi Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan melaporkan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Amnesty Internasional Indonesia (AII), misalnya. AII menilai, langkah Luhut Binsar Panjaitan melaporkan sejumlah aktivis ke kepolisian adalah bentuk inkonsistensi pemerintah dalam kebebasan berpendapat dan menerima kritik.

Direktur Amnesty Internasional Indonesia (AII), Usman Hamid mengatakan, upaya pemidanaan yang dilakukan oleh Menko Marves terhadap Haris dan Fatia adalah bentuk pembungkaman pejabat negara terhadap kritik masyarakat.

“Jadi, langkah Luhut itu justru memperburuk citra pemerintah, dan mengurangi partisipasi masyarakat,” ujar Usman, dalam keterangan resmi Amnesty Internasional Indonesia (AII), Rabu (22/9).

Usman mengatakan, pelaporan Luhut terhadap mantan Direktur Eksekutif Lokataru, dan Kordinator Kontras ke kepolisian tersebut, menguatkan opini publik selama ini yang meyakini adanya ketakutan warga negara untuk memberikan kritik terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo, dan pejabat negara lainnya.

Baca juga :   Bisnis di Papua, Silakan Buka Saja Sekarang, Luhut: Saya Tidak Ada

“Pelaporan ini akan meningkatkan ketakutan tersebut, sehingga enggan memberikan masukan kepada pemerintah. Apalagi mengungkapkan kritik terhadap pihak yang sedang berkuasa,” terang Usman.

Meski demikian, kata Usman, AII meminta kepolisian agar independen memproses pelaporan tersebut, dengan mempertimbangkan kepentingan kekuasaan, dan peran dalam melindungi hak warga negara dalam menyampaikan kritik. “Sehingga dengan tidak melanjutkan pelaporan tersebut ke tahap penyidikan,” kata Usman.

Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan mendatangi Polda Metro Jaya, Rabu (22/9). Kedatangannya itu, untuk melaporkan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.

Pelaporan itu sebagai respons Luhut atas diskusi daring berjudul, “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam”, yang disiarkan via Youtube milik Haris Azhar.

Fatia Maulidiyanti, dalam diskusi tersebut sebagai salah satu narasumber. Diskusi itu, membicarakan soal adanya dugaan keterlibatan Luhut dalam bisnis tambang di Papua.

Baca juga :   PPKM Kembali Diperpanjang sampai 4 Oktober, Dimonitor Setiap Minggu

Diskusi daring tersebut, pun sebetulnya berangkat dari laporan hasil investigasi sejumlah lembaga swadaya sipil, YLBHI, Walhi Papua, LBH Papua, Kontras, JATAM, Greenpeace Indonesia, dan Trend Asia. Laporan investigasi itu, menguatkan adanya dugaan keterlibatan Luhut, dan sejumlah mantan jenderal, dan purnawirawan militer serta kepolisian dalam mengeruk kekayaan tambang di Bumi Cenderawasih.

Namun Luhut, menanggapi diskusi hasil laporan investigasi LSM hukum, dan lingkungan oleh Haris dan Fatia tersebut dengan somasi, dan pelaporan pidana. “Saya melaporkan pencemaran nama baik saya dengan polisi. Haris Azhar, dan Fatia (yang dilaporkan),” ujar Luhut di Mapolda Metro Jaya, di Jakarta, Rabu (22/9).

Usman melanjutkan, langkah hukum yang dilakukan Luhut itu, tak sepatutnya. Karena menurutnya, Luhut seharusnya cukup memberikan respons dengan memberikan data akurat maupun klarifikasi untuk membantah isi diskusi yang dilakukan Haris dan Fatia.

Baca juga :   Sandingkan Mahfud MD dengan Ganjar, Sekjen PKS Sampaikan Terima Kasih ke Megawati

“Jika ada yang kurang akurat, pejabat itu cukup mengoreksinya dengan data kementerian yang dipimpinnya. Luhut tidak seharusnya mengancam aktivis seperti Haris dan Fatia dengan pidana. Diskusi mereka bukan pencemaran nama baik,” ujar Usman.

Pelaporan Luhut terhadap Haris dan Fatia ke kepolisian ini, sebetulnya bukan kasus pertama yang dilakukan pejabat negara saat ini atas menjawab kritik, maupun hasil investigasi LSM. Pekan lalu, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko, juga melaporkan dua aktivis Indonesian Corruption Watch (ICW), yakni Egy Primayogha dan Miftah ke Bareskrim Polri. Pelaporan itu buntut dari perilisan ICW atas hasil investigasi mandiri berjudul, ‘Polemik Ivermectim: Berburu Rente di Tengah Krisis’. (ad/red)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *