INDOSatu.co – BOJONEGORO – Tarikan dana ‘monosuko’ sebesar Rp 1 juta-Rp 2 juta, yang dikenakan terhadap petani hutan di wilayah KPH Perhutani Bojonegoro oleh lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) akhirnya sampai juga ke telinga ADM KPH Perhutani Bojonegoro, Irawan Darto.
Irawan Darto mengaku terkejut mendapat kabar ada tarikan dana monosuko yang dianggap membebabi petani hutan. Karena itu, Irawan mengaku akan mericek kebenaran informasi tersebut. ‘’Seperti apa informasi kan kami belum tahu? Makanya kami akan crosscheck di lapangan,’’ kata Irawan kepada INDOsatu.co, Jumat (10/3).
Namun, Irawan mengakui bahwa selama ini kerja sama terkait pengelolaan lahan hutan di wilayah Perhutani Bojonegoro hanya dengan LMDH. Sebab, kata dia, LMDH dianggap menjadi representasi dari masyarakat desa dekat dengan wilayah hutan. ‘’Dan kerja sama itu ada ketentuannya juga,’’ kata Irawan.
Ketentuan yang dimaksud, ungkap Irawan, terkait sharing 10 persen penghasilan bagi petani penggarap lahan hutan milik Perhutani. Tarif sebesar itu pun, kata Irawan, juga ditentukan jenis tanamannya. Karena itu, jika ada informasi bahwa petani hutan dikenakan dana monosuko sebesar itu (Rp 1 juta-Rp 2 juta, Red), ya kami perlu crosscheck di lapangan.
‘’Lagipula, sharing 10 persen itu bukan untuk siapa-siapa, tapi untuk disetor ke negara melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Jadi, seperti itu alurnya,’’ kata Irawan.
Dana sharing 10 persen itu, jelas Irawan, juga bisa digunakan pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB). Karena yang dipakai adalah lahan Perhutani, istilahnya dipakai bayar pajak bumi. ‘’Atau bisa juga oleh LMDH, dana itu dipakai kegiatan yang melibatkan dan kepentingan petani hutan juga,’’ kata Irawan.
Irawan mengaku akan mengklarifikasi kasus tersebut. Sebab, yang namanya pemberian, dia menduga penyerahan dana monosuko itu tidak langsung ke LMDH, tapi diserahkan ke kelompok lain. Dan begitu pula sebaliknya.
‘’Bisa jadi duit itu bukan diserahkan ke LMDH, tapi ke kelompok lain, juga bisa kan? Dan bisa jadi LMDH tidak tahu menahu. Karena itu, perlu ada kejelasan. Termasuk monosuko itu apa? Kedua, tolong tanyakan dulu pernyataan orang itu juga, termasuk bayarnya ke siapa?,’’ kata Irawan penuh tanya.
Seperti diberitakan, sejumlah petani hutan yang tergabung dalam kelompok tani hutan (KTH) Mbah Dampu Awang Sumber Makmur, Desa Soko, Kecamatan Temayang, terpaksa wadul kepada Perhutani dan Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Bojonegoro, karena selama ini ditarik dana ‘monosuko’ yang sangat memberatkan. Besarnya rata-rata Rp 1 juta-Rp 1’5 juta per-petani saat panen.
Bahkan, tarikan dana ‘monosuko’ nilainya mencapai Rp 2 juta per panen perorang kepada petani hutan yang menanam bawang merah.
“Selama ini kami ditarik oleh LMDH dan orang-orang suruhan LMDH sebesar itu pak. Tentu tarikan ini sangat memberatkan para anggota kami,” kata Iswanda, Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Mbah Dampu Awang Sumber Makmur, Desa Soko Kecamatan Temayang acara saat sosialisasi Perhutanan Sosial di Balai Desa setempat, hari ini Kamis (9/3) siang. (*)