Perlu Antisipasi Gejolak Amandemen, Usep: Jangan Seperti Guinea

  • Bagikan
PERLU HATI-HATI: Peneliti Populi Center Usep S. Ahyar, mengingatkan pemerintah untuk waspada terkait wacana amandemen UUD 1945 soal jabatan presiden tiga periode.

INDOSatu.co – JAKARTA – Kalangan peneliti di Tanah Air mewanti-wanti kepada pemerintah. Salah satunya adalah Peneliti Senior Populi Center Usep S. Ahyar. Dia meminta agar pemerintah mengantisipasi gejolak masyarakat terkait wacana amandemen UUD 1945 yang berpotensi berujung perpanjangan jabatan Presiden. Dia tak ingin kudeta militer seperti di Guinea, Afrika terjadi di negeri ini.

Kudeta di Guinea terjadi usai amandemen konstitusi pada 2020 yang memungkinkan Presiden Guinea, Alpha Conde, menjabat 3 periode. Isu soal mengubah jabatan Presiden menjadi 3 periode juga tengah menjadi pembahasan publik Indonesia.

“Meskipun isu jabatan Presiden 3 periode itu belum menjadi keputusan formal, tetapi isu menjadi panas di antara elite politik. Sebaiknya potensi-potensi gejolak politik itu harus tetap diantisipasi lebih dini,” kata Usep, Senin (6/9).

Baca juga :   Nilai Kebangsaan Perlu Ditanamkan Generasi Muda, Lestari: Untuk Jawab Tantangan Zaman

Usep mengamati, wacana jabatan Presiden 3 periode cenderung lebih banyak mendapat reaksi negatif masyarakat. Menurutnya, pemaksaan wacana ini berpotensi menghadirkan gejolak masyarakat. Oleh karena itu, para elite politik sebaiknya berpikir matang dan bijak sebelum benar-benar merealisasikannya.

“Jika masa jabatan 3 periode di Indonesia ini disetujui oleh para elite politik, mungkin juga berpotensi menimbulkan gejolak politik di tengah rakyat. Sampai hari ini sebagian besar rakyat tidak setuju dengan perpanjangan masa jabatan itu, karena rakyat juga masih belum melihat urgensinya,” ujar Usep.

Baca juga :   Ketua MPR RI Harap Hari Raya Idul Fitri Perkuat Ikatan Persatuan Antar Anak Bangsa

Walau demikian, Usep mengakui kudeta di Guinea tak bisa disimplifikasi akan terjadi pula di Indonesia. Sebab perbedaan situasi dan kondisi antara kedua negara.

Meski demikian, tidak ada salahnya jika elite politik berhati-hati demi menghindari gejolak berujung kudeta. Apalagi, Indonesia mengalami masalah kemiskinan dan korupsi yang kurang lebih sama seperti Guinea.

Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 mencapai 27,54 juta orang. Secara persentase jumlah penduduk miskin Indonesia sekitar 10,14 persen dari total polulasi.

Baca juga :   Baru Pertama, KPK dan BKN Keberatan dengan Temuan Ombudsman

Adapun Corruption Perception Index (CPI) Indonesia tahun 2020 berada di skor 37/100 dan berada di peringkat 102 dari 180 negara yang disurvei. Skor ini turun 3 poin dari tahun 2019 lalu yang berada pada skor 40/100.

“Salah satu pemicu kudeta di Guinea memang amandemen jabatan presiden 3 periode tetapi ada latarbelakang kondisi kemiskinan dan korupsi yang parah dalam periode jabatan ke 3 periode presiden tersebut,” ucap Usep. (ad/red)

 

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *