PERNYATAAN Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti membuat banyak pihak tidak nyaman. Dalam pidato di Musyawarah Nasional ke-17 Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) di Hotel Alila, Surakarta, Jawa Tengah, LaNyalla membuat pernyataan Indonesia harus kembali ke UUD 1945 asli.
Pernyataan ini dilanjutkan dengan kalimat yang membuat banyak pihak tersentak. Terkait usulan perpanjangan masa jabatan presiden, seakan-akan sebagai ‘hadiah’ atas dekrit kembali ke UUD 1945 asli.
Apa LaNyalla ‘masuk angin’? Begitu pertanyaan dan pernyataan publik.
LaNyalla memang mempunyai kedudukan tinggi dan terhormat di Republik ini, sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Tetapi, jabatan tinggi ini tidak ada pengaruh politiknya. DPD bukan pembuat undang-undang (UU), sekaligus tidak ikut mengesahkan UU. Paling banter, DPD cuma diminta pendapat saja, mungkin juga hanya sebagai formalitas. DPD hanya diminta menampung aspirasi daerah, untuk disalurkan ke DPR atau MPR.
Dengan demikian, secara politik, posisi LaNyalla hampir sama dengan rakyat biasa. Bedanya, LaNyalla bisa komunikasi dengan semua lembaga, termasuk pejabat negara. Cuma itu saja kelebihannya. Karena itu, pernyataan LaNyalla terkait perpanjangan masa jabatan presiden, secara politik, tidak ada artinya, nihil: zero.
Lain halnya kalau yang menyuarakan perpanjangan masa jabatan presiden adalah ketua partai politik. Mereka ini penentu keputusan politik di parlemen. Mereka bisa mengubah UU, mereka bisa minta diadakan sidang MPR, dan bisa mengubah konstitusi.
Mungkin saja pernyataan LaNyalla karena frustrasi melihat elit politik saat ini yang hanya mementingkan kelompoknya saja, frustrasi melihat bangsa ini dikuasai oligarki dalam menentukan presiden dan wakil presiden, hingga kepala daerah. Frustrasi melihat Mahkamah Konstitusi (MK) cenderung menjadi alat kekuasaan, frustrasi melihat gugatan Presidential Threshold 20 persen dikandaskan MK.
Begitu frustrasinya sampai keluar kalimat mau perpanjang masa jabatan presiden silakan saja. Apakah pernyataan ini sebagai jebakan kepada Jokowi, karena saking frustrasi dan jengkelnya? Karena, kalau itu sampai diikuti, LaNyalla tahu rakyat pasti marah, bisa memicu perlawanan rakyat di jalanan?
Apakah seperti itu? Hanya LaNyalla yang tahu.
Anthony Budiawan;
Penulis adalah Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS).